NAMA KELOMPOK :
1. CINTHYA
AYUNDA (22214422)
2. DEVI
IRMAWATI (22214820)
3. EKA
AGUSTINA NURSITA (23214418)
4. FITRI
HANDAYANI (24214320)
5. KHOIRUNNISA
RAMADINI (25214878)
6. MARINI
HARTINA (26214398)
7. RINDI
MARDA HEPATICA (29214429)
KELAS : 1EB35
BAB
4
A. Masalah
Sumber Daya Alam
SDA
adalah segala sesuatu yang berasal dari alam yang dapat digunakan untuk
memenuhi kebutuhan hidup manusia. Sumber daya alam terbagi
menjadi dua, yaitu:
1. SDA
yang dapat diperbaharui (renewable)
Ø SDA
hayati : (-Hewan, peternakan, dan perikanan, -Tumbuhan, perkebunan, dan
pertanian)
Ø SDA
non hayati : (-sinar matahari, -angin dan air)
2. SDA
yang tidak dapat diperbaharui (unrenewable)
Ø Minyak
bumi
Ø Emas
Ø Besi
Dan bahan tambang lainnya
l
Sumber Daya Alam Di
Indonesia
Indonesia
merupakan negara dengan tingkat biodiversitas tertinggi kedua di dunia setelah Brazil. Karena tingginya
keanekaragaman sumber daya alam hayati yang dimiliki Indonesia dan hal ini,
memuat penjelasan mengenai mekanisme pemanfaatan kekayaan sumber daya alam
tersebut.
Hubungan
dalam bidang pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antar
pemerintah dan pemerintah daerah antara lain:
1. Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya dan pelestarian.
2. Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.
3. Penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.
1. Kewenangan, tanggung jawab, pemanfaatan, pemeliharaan, pengendalian dampak, budidaya dan pelestarian.
2. Bagi hasil atas pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya.
3. Penyerasian lingkungan dan tata ruang serta rehabilitasi lahan.
l
Masalah Sumber Daya Alam
Penerapkan
prinsip dasar pengelolaan sumber daya alam dalam konstitusi Negara yang tetap
hingga sekarang, yaitu: Bumi, air dan kekayaan yang terkandung di dalamnya
dikuasai oleh Negara dan dipergunakan sebesar-besarnya untuk kemakmuran rakyat.
1. Terus menurunnya kondisi hutan.
Hutan merupakan salah satu sumber daya yang penting, tidak hanya dalam menunjang
perekonomian nasional tetapi juga dalam menjaga daya dukung lingkungan terhadap
keseimbangan ekosistem dunia. Di Indonesia tiap tahunnya jumlah hutan
diperkirakan berkurang 3-5% per tahunnya.
2. Kerusakan DAS (Daerah Aliran
Sungai). Praktik penebangan liar dan konversi lahan menimbulkan dampak yang
luas, yaitu kerusakan ekosistem dalam tatanan DAS. Kerusakan DAS tersebut juga
dipacu oleh pengelolaan DAS yang kurang terkoordinasi antara hulu dan hilir
serta kelembagaan yang masih lemah. Hal ini akan mengancam keseimbangan
ekosistem secara luas, khususnya cadangan dan pasokan air yang sangat
dibutuhkan untuk irigasi, pertanian, industri, dan konsumsi rumah tangga.
3. Habitat ekosistem pesisir dan laut
semakin rusak. Kerusakan habitat ekosistem di wilayah pesisir dan laut semakin
meningkat. Rusaknya habitat ekosistem pesisir seperti deforestasi hutan
mangrove telah mengakibatkan erosi pantai dan berkurangnya keanekaragaman
hayati (biodiversity). Erosi ini juga diperburuk oleh perencanaan tata ruang
dan pengembangan wilayah yang kurang tepat. Beberapa kegiatan yang diduga
sebagai penyebab terjadinya erosi pantai, antara lain pengambilan pasir laut
untuk reklamasi pantai, pembangunan hotel, dan kegiatan- kegiatan lain yang
bertujuan untuk memanfaatkan pantai dan perairannya. Sementara itu, laju
sedimentasi yang merusak perairan pesisir juga terus meningkat.
4. Citra pertambangan yang merusak
lingkungan. Sifat usaha pertambangan,khususnya tambang terbuka (open pit
mining), selalu merubah bentang alam sehinggamempengaruhi ekosistem dan habitat
aslinya. Dalam skala besar akan mengganggukeseimbangan fungsi lingkungan hidup
dan berdampak buruk bagi kehidupan manusia.Dengan citra semacam ini usaha
pertambangan cenderung ditolak masyarakat. Citra inidiperburuk oleh banyaknya pertambangan
tanpa ijin (PETI) yang sangat merusak lingkungan.
B. Struktur Penguasaan Sumber Daya Alam
Dengan
permasalahan-permasalahan di atas, sasaran pembangunan yang ingin dicapai
adalah membaiknya sistem pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup bagi
terciptanya keseimbangan antara aspek pemanfaatan sumber daya alam sebagai
modal pertumbuhan ekonomi (kontribusi sektor perikanan, kehutanan,pertambangan
dan mineral terhadap PDB) dengan aspek perlindungan terhadapkelestarian fungsi
lingkungan hidup sebagai penopang sistem kehidupan secara luas.
Seluruh
kegiatannya harus dilandasi tiga pilar pembangunan secara seimbang, yaitu:
1. menguntungkan secara ekonomi
(economically viable),
2. diterima secara sosial (socially
acceptable) dan ramah lingkungan (environmentally sound).
3. Prinsip tersebut harus dijabarkan
dalam bentuk instrumen kebijakan dan peraturan perundangan lingkungan yang
dapat mendorong investasi pembangunan jangka menengah di seluruh sektor dan
bidang yang terkait dengan sasaran pembangunan sumber daya alam dan lingkungan
hidup.
Ø Sasaran pembangunan kehutanan
adalah:
1)
Tegaknya hukum, khususnya dalam pemberantasan pembalakan liar (illegal logging)
dan penyelundupan kayu
2)
Penetapan kawasan hutan dalam tata-ruang provinsi di kabupaten/kota
3)
Optimalisasi nilai tambah dan manfaat hasil hutan kayu
5)
Bertambahnya hutan tanaman industri (HTI), sebagai basis pengembangan
ekonomi-hutan
6)
Konservasi hutan dan rehabilitasi lahan untuk menjamin pasokan air dan system
penopang kehidupan lainnya
7)
Pengelolaan hutan secara lestari
Ø Sasaran pembangunan kelautan adalah:
1)
Berkurangnya pelanggaran dan perusakan sumber daya pesisir dan laut
2)
Serasinya peraturan perundangan yang terkait dengan pengelolaan dan pemanfaatan
sumber daya pesisir dan laut
3)
Meningkatnya luas kawasan konservasi laut dan meningkatnya jenis/genetik biota
laut langka dan terancan punah
4)
Terintegrasinya pembangunan laut, pesisir, dan daratan dalam satu kesatuan
pengembangan wilayah
5)
Terwujudnya ekosistem pesisir dan laut yang terjaga kebersihan, kesehatan, dan
produktivitasnya;
Ø Sasaran pembangunan pertambangan dan
sumber daya mineral adalah:
1)
Optimalisasi peran migas dalam penerimaan daerah guna menunjang pertumbuhan
ekonomi
2)
Meningkatnya cadangan, produksi, dan ekspor migas
3)
Meningkatnya produksi dan nilai tambah produk pertambangan
4)
Terjadinya alih teknologi dan kompetensi tenaga kerja
5)
Meningkatnya kualitas industri hilir yang berbasis sumber daya mineral
6)
Teridentifikasinya “kawasan rawan bencana geologi” sebagai upaya pengembangan
sistem mitigasi bencana
7)
Berkurangnya kegiatan pertambangan tanpa ijin (PETI)
C. Dominasi SDA di Indonesia
Dominasi asing merupakan
permasalahan penting di bidang energi negara. Penguasaan asing atas sumber daya
alam telah banyak menimbulkan persoalan, tidak hanya bidang energi tapi juga
merambah kepada kehidupan ekonomi, sosial budaya dan lingkungan hidup.
“Campur tangan intervensi asing terhadap kenaikan harga BBM cenderung terasa. Kenaikan harga BBM disebabkan kegagalan pemerintah dalam menerapkan kebijakan energi nasional yang selalu di intervensi oleh kekuatan asing yang ingin mengontrol energi di seluruh dunia,” ujar Direktur SMC Syahganda Nainggolan saat diskusi bertema ‘Dampak Kenaikan BBM dan Upaya Kemandirian Energi’ yang diselenggarakan Kaukus Muda Indonesia (KMI) di Galeri Cafe TIM, Selasa (25/6). Ia juga menyatakan bahwa Indonesia tidak akan mencapai kemandirian energi selama masih ada intervensi asing dalam setiap kebijakan yang dibuat pemerintah. Selain itu, kata dia, banyaknya mafia migas yang ingin mencari keuntungan pribadi membuat indonesia tidak bisa optimal dalam memanfaatkan energi yang ada untuk mememuhi kebutuhan nasional.
“Hal ini masih bisa di antisipasi apabila dilakukan perbaikan di sektor hulu. Bangsa Indonesia saat ini terasa tidak mandiri lagi. Banyak tekanan dan intervensi asing yang sudah merajalela merugikan kehidupan,” ungkap dia. Selain kenaikan harga BBM, lanjut Syahganda, kegagalan lain pemerintah yakni adanya pemberian kompensasi berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) kepada masyarakat. Menurutnya, kegagalan itu terlihat dari cara koordinasi pemerintah pusat dengan pemda lokal yang kurang setuju dengan pemberian BLSM.
“Terbukti sejumlah Kepala Desa (Kades) menolak menyalurkan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Mereka menganggap pemberian BLSM oleh pemerintah pusat, tidak bisa memberikan solusi atas kondisi kemiskinan masyarakat saat ini. Pemberian BLSM hanya sebagai upaya politisasi kepentingan pihak tertentu,” pungkasnya. (346)
“Campur tangan intervensi asing terhadap kenaikan harga BBM cenderung terasa. Kenaikan harga BBM disebabkan kegagalan pemerintah dalam menerapkan kebijakan energi nasional yang selalu di intervensi oleh kekuatan asing yang ingin mengontrol energi di seluruh dunia,” ujar Direktur SMC Syahganda Nainggolan saat diskusi bertema ‘Dampak Kenaikan BBM dan Upaya Kemandirian Energi’ yang diselenggarakan Kaukus Muda Indonesia (KMI) di Galeri Cafe TIM, Selasa (25/6). Ia juga menyatakan bahwa Indonesia tidak akan mencapai kemandirian energi selama masih ada intervensi asing dalam setiap kebijakan yang dibuat pemerintah. Selain itu, kata dia, banyaknya mafia migas yang ingin mencari keuntungan pribadi membuat indonesia tidak bisa optimal dalam memanfaatkan energi yang ada untuk mememuhi kebutuhan nasional.
“Hal ini masih bisa di antisipasi apabila dilakukan perbaikan di sektor hulu. Bangsa Indonesia saat ini terasa tidak mandiri lagi. Banyak tekanan dan intervensi asing yang sudah merajalela merugikan kehidupan,” ungkap dia. Selain kenaikan harga BBM, lanjut Syahganda, kegagalan lain pemerintah yakni adanya pemberian kompensasi berupa Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) kepada masyarakat. Menurutnya, kegagalan itu terlihat dari cara koordinasi pemerintah pusat dengan pemda lokal yang kurang setuju dengan pemberian BLSM.
“Terbukti sejumlah Kepala Desa (Kades) menolak menyalurkan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM). Mereka menganggap pemberian BLSM oleh pemerintah pusat, tidak bisa memberikan solusi atas kondisi kemiskinan masyarakat saat ini. Pemberian BLSM hanya sebagai upaya politisasi kepentingan pihak tertentu,” pungkasnya. (346)
D. Kebijakan
SDA di Indoneisa
Kondisi lingkungan hidup dari waktu
ke waktu mengalami penurunan kualitas yang disebabkan oleh tingkat pengambilan
keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan sehingga menimbulkan adanya
pencemaran dan kerusakan lingkungan. Pencemaran dan kerusakan lingkungan yang
terjadi juga menimbulkan konflik sosial maupun konflik lingkungan. Permasalahan
yang terjadi tersebut memerlukan perangkat hukum perlindungan terhadap lingkungan
hidup yang secara umum telah diatur dengan Undang-undang No.4 Tahun 1982. Namun
berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaannya berbagai ketentuan tentang
penegakan hukum sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Lingkungan Hidup,
maka dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup diadakan berbagai
perubahan untuk memudahkan penerapan ketentuan yang berkaitan dengan penegakan
hukum lingkungan yaitu Undang-undang No 4 Tahun 1982 diganti dengan
Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan
kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaanya. Undang-undang ini
merupakan salah satu alat yang kuat dalam melindungi lingkungan hidup dan
ditunjang dengan peraturan perundang-undangan sektoral. Hal ini mengingat
Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan koordinasi secara sektoral dilakukan
oleh departemen dan lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan bidang
tugas dan tanggungjawab masing-masing, seperti Undang-undang No. 22 Th 2001
tentang Gas dan Bumi, UU No. 41 Th 1999 tentang kehutanan, UU No. 24 Th 1992
tentang Penataan Ruang dan diikuti pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah maupun
Keputusan Gubernur.
BAB
5
PDB dan
pertumbuhan dan perubahan ekonomi
Produk domestic
bruto (PDB), atau Gross Domestic Product (GDP) adalah jumlah nilai dari semua
produk akhir barang dan jasa yang dihasilkan oleh suatu kawasan di dalam
periode waktu tertentu. PDB mencakup konsumsi pemerintah, konsumsi masyarakat,
investasi dan eksport dikurangi impor di dalam kawasan tertentu.
Produktivitas
dan pertumbuhan ekonomi yang dipresentasikan oleh PDB mempunyai dampak yang
besar kepada perekonomian. Contohnya, jika ekonomi suatu negara dinyatakan
sehat maka dapat diartikan dengan tingkat pengangguran yang rendah dimana
banyak permintaan tenaga kerja dengan upah gaji yang meningkat menandakan
pertumbuhan dari industri-industri di dalam ekonomi.
Pertumbuhan dan
Perubahan Struktur Ekonomi
Kesejahteraan
masyarakat dari aspek eknomi dapat diukur dengan tingkat pendapatan nasional
per-kapita. Untuk dapat meningkatkan pendapatan nasional, pertumbuhan ekonomi
menjadi salah satu target yang sangat penting yang harus dicapai dalam proses
pembangunan ekonomi. Oleh karena itu tidak mengherankan jika pada awal
pembangunan ekonomi suatu Negara, umumnya perencanaan pembangunan eknomi
berorientasi pada masalah pertumbuhan. Untuk negara-negara seperti Indonesia
yang jumlah penduduknya sangat besar dan tingkat pertumbuhan penduduk yang
sangat tinggi ditambah lagi fakta bahwa penduduk Indonesia dibawah garis
kemiskinan juga besar, sehingga pertumbuhan ekonomi menjadi sangat penting dan
lajunya harus jauh lebih besar dari laju pertumbuhan penduduk agar peningkatan
pendapatan masyarakat per-kapita dapat tercapai. Pertumbuhan ekonomi dapat
menurunkan tingkat kemiskinan dengan menciptakan lapangan pekerjaan dan
pertumbuhan jumlah pekerja yang cepat dan merata. Pertumbuhan ekonomi juga
harus disertai dengan program pembangunan sosial.
Pertumbuhan
Ekonomi selama Orde Baru
Semenjak
pemerintahan orde baru tahun 1966, ekonomi Indonesia dalam keadaan porak
poranda. Antara tahun 1962 sampai 1966, pertumbuhan PDB hanya 2 % per tahun,
yang lebih kecil daripada pertumbuhan penduduk, sehingga pendapatan nasional
per kapita menurun. Investasi dalam % dari PDB, yang sangat strategis artinya
bagi pertumbuhan ekonomi menurun. Infra struktur dalam bidang transportasi,
komunikasi, irigasi dan kelistrikan memburuk. Anggaran negara yang selalu
defisit, ditambah dengan defisit dalam neraca pembayaran menyebabkan
menyusutnya cadangan devisa. Di tahun 1962 defisit anggaran negara 63 %, yang
meningkat menjadi 127 % di tahun 1966. Defisit ganda dari anggaran negara dan
neraca pembayaran juga mengakibatkan hiper inflasi. Di tahun 1966, inflasinya
mencapai 635 %.
Pemerintah yang
tidak cukup mempunyai cadangan devisa melakukan penjatahan dalam penjualan
devisa, sehingga timbul pasar gelap untuk valuta asing dengan perbandingan
harga antara pasar gelap dan kurs resmi dengan 2 sampai 3 kali lipat. Perbedaan
ini terus meningkat sampai pernah mencapai 10 kali lipat.
Kondisi
perekonomian yang porak poranda seperti tergambarkan di atas, pemerintah tidak
dapat langsung menyusun paket pertumbuhan ekonomi sebelum konsolidasi dan
rehabilitasi. Yang pertama-tama ditanggulangi adalah penekanan inflasi. Caranya
dengan menyeimbangkan anggaran negara. Uang beredar diturunkan melalui
pemberian bunga yang sangat tinggi untuk deposito berjangka pada bank-bank
milik negara, yaitu 60 % setahun. Asal usul deposito tidak dapat disusut.
Utang-utang luar
negeri dijadualkan kembali. Negara-negara kreditur tidak hanya bersedia
menjadualkannya kembali, tetapi mereka juga membentuk konsorsium untuk
memberikan utang kepada Indonesia. Kelompok ini terkenal dengan nama Inter
Governmental Group on Indonesia atau IGGI. Setelah terjadi ketegangan dengan
pemerintah Belanda, dan mengeluarkannya, nama kelompok negara- negara donor
tanpa Belanda menjadi Consultative Group on Indonesia atau CGI.
Investasi dari
sektor swasta, baik yang domestic maupun asing dipacu dengan berbagai insentif
seperti yang tertuang di dalam Undang-Undang nomor 1 tahun 1967 tentang
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-Undang nomor 6 tahun 1968 tentang
Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN). Pemerintah
orde baru dapat melakukan pembangunan ekonomi dengan stabilitas politik yang
kokoh. Stabilitas politik diserahkan kepada ABRI, yang memberlakukan security
approach, sedangkan pembangunan ekonomi diserahkan kepada para profesional,
yang kebanyakan bukan politisi. Dengan bantuan dari lembaga-lembaga
internasional, baik dalam nasihat maupun dukungan dana, pembangunan selama orde
baru telah membuahkan hasil yang
gemilang.
Pertumbuhan
ekonomi antara tahun 1970 sampai tahun 1996 berfluktuasi antara yang paling
rendah 2,25 % di tahun 1982, 2,26 % di tahun 1985 dan 3,21 % di
tahun 1986. Di tahun
1996 ekspor minyak bumi dan gas alam hanya merupakan 23,5 % saja dari
keseluruhan
ekspor. Ini berarti bahwa ketergantungan kita pada migas sangat berkurang.
Dengan produksi migas yang tidak menyusut, perbandingan ini menunjukkan betapa
industrialisasi telah meningkat pesat. Pada tahun 1968 sumbangan sektor
pertanian terhadap pembentukan PDB adalah 51%, sedangkan sumbangan industri
manufaktur hanya 8,5 %. Dengan produksi pertanian yang tidak menyusut,
sumbangan sektor industri manufaktur terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto
di tahun 1996 sudah meninggalkan sector pertanian, karena sudah merupakan 25,5
%, sedangkan sumbangan sector pertanian 16,5 %. Ini berarti bahwa perekonomian
telah mengalami modernisasi dan transformasi dari berat pertanian pada berat
industrialisasi, tanpa
pertaniannya
menjadi lemah. Target pemerintah meningkatkan industrialisasi berdasarkan atas
pertanian yang
kuat telah menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Sejak tahun
1970, ekspor non migas mengalami kenaikan dari $ 475,- juta di tahun 1966
menjadi $ 38,093 milyar di tahun 1996. Perbaikan ekonomi indonesia bersumber
dari sisi eksternal sejalan dengan pemulihan ekonomi global pada saat ini,
seperty ekspor yang mencatatat pertunjukan yang sangat positif, dan lebih baik
lagi berbaremgan dengan impor yang akan lebih baik lagi dan berdapak bagus di
dalam amupun di luar negeri. Selain didukung perkembangan ekonomi global dan
domestik yang membaik menurut BI (bank Indonesia) ekonomi tahun depan juga
disongkoh konsumsi rumah tangga yang kuat, peningkatan sektor eksternal, dan
peningkatan investasi, kata Gubernur BI Darma nasution di jakarta.
Faktor-faktor
Penentu Prospek Pertumbuhan Ekonomi Indonesia
Ada beberapa
faktor yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi, namun pada
hakikatnya faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi dua, yaitu faktor
ekonomi dan faktor non-ekonomi.
Faktor ekonomi
yang memengaruhi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi diantaranya adalah sumber
daya alam, sumber daya manusia, sumber daya modal, dan keahlian atau
kewirausahaan.
l Sumber
daya alam yang meliputi tanah dan kekayaan alam seperti kesuburan tanah,
keadaan iklim/cuaca, hasil hutan, tambang dan hasil laut sangat memengaruhi
pertumbuhan industri suatu negara, terutama dalam hal penyediaan bahan baku
produksi.
l keahlian
dan kewirausahaan dibutuhkan untuk mengolah bahan mentah dari alam, menjadi
sesuatu yang memiliki nilai lebih tinggi (disebut juga sebagai proses
produksi).
l Sumber
daya manusia juga menentukan keberhasilan pembangunan nasional melalui jumlah
dan kualitas penduduk.
l Sementara
itu, sumber daya modal dibutuhkan manusia untuk mengolah bahan mentah tersebut.
Faktor nonekonomi mencakup kondisi sosial kultur yang ada di masyarakat,
keadaan politik, kelembagaan, dan sistem yang berkembang dan berlaku.
Perubahan
Struktur Ekonomi
Berikut beberapa
faktor yang menentukan terjadinya perubahan struktur ekonomi antara lain :
- Produktivitas
tenaga kerja per sektor secara keseluruhan
- Adanya
modernisasi dalam proses peningkatan nilai tambah dari bahan baku, barang
setengah jadi dan barang jadi.
- Kreativitas
dan penerapan teknologi yang disertai kemampuan untuk memperluas pasar
produk/jasa yang dihasilkannya.
- Kebijakan
pemerintah yang mendorong pertumbuhan dan pengembangan sektor dan komoditi
unggulan
- Ketersediaan
infrastruktur yang menentukan kelancaran aliran distribusi barang dan jasa
serta mendukung proses produksi.
- Kegairahan
masyarakat untuk berwirausaha dan melakukan investasi secara terus-menerus
- Adanya
pusat-pusat pertumbuhan baru yang muncul dalam wilayah daerah
- Terbukanya
perdagangan luar daerah dan luar negeri melalui ekspor-impor
Struktur
perekonomian adalah besar share lapangan usaha terhadap total PDRB baik atas
dasar harga yang berlaku maupun harga konstan. Dengan mengetahui struktur
perekonomian, maka kita dapat menilai konsentrasi lapangan usaha yang sangat
dominan pada suatu daerah. Biasanya terdapat hubungan antara lapangan usaha dan
penduduk suatu daerah. Menurut Teori Lewis, perekonomian suatu daerah harus
mengalami transformasi struktural dari tradisional ke industri, yang
ditunjukkan dengan semakin besarnya kontribusi sektor non pertanian dari waktu
ke waktu terhadap total PDRB.
BAB 6 DAN 7
KEMISKINAN DAN
KESENJANGAN
l Konsep dan pengertian
kemiskinan
Kemiskinan
merupakan sebuah kondisi yang berada di bawah garis nilai standar kebutuhan
minimum, baik untuk makanan dan non makanan, yang disebut garis
kemiskinan (poverty line) atau batas kemiskinan (poverty threshold).
Garis kemiskinan adalah sejumlah rupiah yang diperlukan oleh setiap individu
untuk dapat membayar kebutuhan makanan setara 2100 kilo kalori per orang per
hari dan kebutuhan non-makanan yang terdiri dari perumahan, pakaian, kesehatan,
pendidikan, transportasi, serta aneka barang dan jasa lainnya (BPS dan
Depsos,2002:4).
Pengukuran Kemiskinan
a. Kemiskinan relatif
Konsep yg mengacu pada garis
kemiskinan yakni ukuran kesenjangan dalam
distribusi pendapatan. Kemiskinan relatifè
proporsi dari tingkat pendapatan rata-rata.
b. Kemiskinan
absolute (ekstrim) è Konsep yg tidak mengacu pada garus
kemiskinan yakni derajad kemiskinan dibawah dimana kebutuhan minimum untuk
bertahan hidup tidak terpenuhi.
· GARIS
KEMISKINAN
Garis
kemiskinan atau batas kemiskinan adalah tingkat minimum pendapatan yang dianggap
perlu dipenuhi untuk memperoleh standar hidup yang
mencukupi di suatu negara. Dalam praktiknya, pemahaman resmi atau umum
masyarakat mengenai garis kemiskinan (dan juga definisi kemiskinan) lebih
tinggi di negara maju daripada
di negara berkembang.
Hampir setiap masyarakat memiliki
rakyat yang hidup dalam kemiskinan. Garis kemiskinan berguna sebagai perangkat
ekonomi yang dapat digunakan untuk mengukur rakyat miskin dan mempertimbangkan
pembaharuan sosio-ekonomi, misalnya seperti program peningkatan kesejahteraan dan asuransi pengangguran untuk
menanggulangi kemiskinan.
l Penyebab dan dampak
kemiskinan
FAKTOR-FAKTOR
PENYEBAB KEMISKINAN :
1.
Tingkat pendidikan yang rendah
2.
Produktivitas tenaga kerja rendah
3.
Tingkat upah yang rendah
4.
Distribusi pendapatan yang tidak
seimbang
5.
Kesempatan kerja yang sedikit
6.
Kwalitas sumber daya manusia masih
rendah
7.
Penggunaan teknologi masih kurang
8.
Etos kerja dan motivasi pekerja yang
rendah
9.
Kultur/budaya (tradisi)
10. Politik yang belum stabil
Dampakdari
kemiskinan terhadap masyarakat :
1. Pengangguran merupakan dampak dari kemiskinan,
berhubung pendidikan dan keterampilan
2.
Kriminalitas merupakan dampak lain dari kemiskinan.
3.
Putusnya sekolah dan kesempatan pendidikan sudah pasti merupakan dampak
kemiskinan
4.
Kesehatan sulit untuk didapatkan karena kurangnya pemenuhan gizi sehari-hari
akibat kemiskinan membuat rakyat miskin sulit menjaga kesehatannya
5.
Buruknya generasi penerus adalah dampak yang berbahaya akibat kemiskinan
·
Pertumbuhan, Kesenjangan, dan Kemiskinan
1. Hubungan antara Pertumbuhan dan Kesenjangan :
Hipotesis
Kuznets. Hipotesis Kuznets timbul setelah dia melakukan penelitian di beberapa
negara secara time series. Dari penelitian tersebut ditemukan hubungan kesenjangan
pendapatan dan tingkat pendapatan per kapita dalam kurva yang berbentu huruf U
terbalik. Kurva tersebut menggambarkan terjadinya evolusi dari distribusi
pendapatan dalam proses transisi dari ekonomi pedesaan (pertanian) ke ekonomi
perkotaan (industri).
2. Hubungan antara Pertumbuhan dan Kemiskinan
l Beberapa penelitian menunjukkan bahwa terdapat
pengaruh antara pertumbuhan output agregat atau PDB atau PN maupun pertumbuhan
output sektoral terhadap pengurangan jumlah orang miskin. Ravallion dan Datt
(1996) di India : menemukan bahwa pertumbuhan output di sektor-sektor primer
(pertanian) jauh lebih efektif terhadap penurunan kemiskinan dibandingkan
sektor-sektor sekunder. Kakwani (2001, Filipina) : peningkatan 1% output di
sektor pertanian dapat mengurangi jumlah org yg hidup di bwh garis kemiskinan
sedikit di atas 1%. Sedangkan % pertumbuhan yg sama di sektor industri dan jasa
hanya mngakibatkan pengurangan kemiskinan 0,25 – 0.3%.
l Kemiskinan Di Indonesia
Permasalahan yang harus dihadapi
dan diselesaikan oleh pemerintah indonesia saat ini adalah kemiskinan,
disamping masalah-masalah yang lainnya. dewasa ini pemerintah belum mampu
menghadapi atau menyelesaikan permasalahan kemiskinan. berdasarkan data
Bank Dunia jumlah penduduk miskin Indonesia pada tahun 2002 bukanlah 10 sampai
20% tetapi telah mencapai 60% dari jumlah penduduk Indonesia yang berjumlah 215
juta jiwa.
Hal ini diakibatkan oleh
ketidakmampuan mengakses sumber-sumber permodalan, juga karena infrastruktur
yang juga belum mendukung untuk dimanfaatkan masyarakat memperbaiki
kehidupannya, selain itu juga karna SDM, SDA, Sistem, dan juga tidak terlepas
dari sosok pemimpin. Kemiskinan harus diakui memang terus menjadi masalah
fenomenal sepanjang sejarah Indonesia sebagai negara bangsa, bahkan hampir
seluruh energi dihabiskan hanya untuk mengurus persoalan kemiskinan. Yang
menjadi pertanyaan sekarang ini adalah, mengapa masalah kemiskinan seakan tak
pernah habis, sehingga di negara ini, rasanya tidak ada persoalan yang lebih
besar, selain persoalan kemiskinan. Kemiskinan telah membuat jutaan anak-anak
tidak bisa mengenyam pendidikan yang berkualitas, kesulitan membiayai
kesehatan, kurangnya tabungan dan tidak adanya investasi, kurangnya akses ke
pelayanan publik, kurangnya lapangan pekerjaan, kurangnya jaminan sosial dan
perlindungan terhadap keluarga, menguatnya arus perpindahan dari desa ke kota
dengan tujuan memperbaiki kehidupan, dan yang lebih parah, kemiskinan
menyebabkan jutaan rakyat memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan papan secara
terbatas. Kemiskinan menyebabkan masyarakat desa rela mengorbankan apa saja
demi keselamatan hidup, kemiskinan menyebabkan banyak orang melakukan prilaku
menyimpang, harga diri diperjual belikan hanya untuk mendapatkan makan. Si
Miskin rela mempertaruhkan tenaga fisik untuk memproduksi keuntungan bagi
mereka yang memiliki uang dan memegang kendali atas sektor perekonomian lokal dan
menerima upah yang tidak sepadan dengan biaya tenaga yang dikeluarkan. Para
buruh bekerja sepanjang hari, tetapi mereka menerima upah yang sangat sedikit.
Bahkan yang lebih parah, kemiskinan telah membuat masyarakat kita terjebak
dalam budaya memalas, budaya mengemis, dan menggantungkan harapannya dari budi
baik pemerintah melalui pemberian bantuan. kemiskinan juga dapat meningkatkan
angka kriminalitas, kenapa penulis mengatakan bahwa kemiskinan dapat
meningkatkan angka kriminalitas, jawabannya adalah karna mereka (simiskin) akan
rela melakukan apa saja untuk dapat mempertahankan hidupnya, baik itu mencuri,
membunuh, mencopet, bahkan jika ada hal yang lebih keji dari itu ia akan tega
dan berani melakukannya demi hidupnya. Kalau sudah seperti ini siapa yang harus
kita salahkan. kemiskinan seakan menjadi sebuah fenomena atau sebuah persoalan
yang tak ada habis-habisnya, pemerintah terkesan tidak serius dalam menangani
persoalan kemiskinan, pemerintah lebih membiarkan mereka mengemis dan mencuri
ketimbang memikirkan cara untuk menanggulangi dan mengurangi tingkat kemiskinan
dan membebaskan Negara dari para pengemis jalanan karna kemiskinan.
l Beberapa Indikator kesenjangan dan kemiskinan
1. Indikator Kesenjangan
Ada sejumlah cara untuk mengukur tingkat kesenjangan
dalam distribusi pendapatan yang dibagi ke dalam dua kelompok pendekatan, yakni axiomatic dan stochastic
dominance. Yang sering digunakan dalam literatur adalah dari kelompok pendekatan pertama dengan tiga alat ukur, yaitu the Generalized Entropy (GE),ukuran Atkinson, danKoefisienGini. Yang paling sering dipakai
adalah koefisien gini. Nilai koefisien gini berada pada selang 0-1. Bila 0 :
kemerataan sempurna (setiap orang mendapat porsi yang sama daripendapatan) . Bila 1 : ketidak merataan yang sempurna dalam pembagian
pendapatan. Ide dasar dari perhitungan koefisien gini berasal dari Kurva
Lorenz. Semakin tinggi nilai rasio gini, yakni mendekati 1 atau semakin jauh
kurva lorenz dari garis 45 derajat tersebut, semakin besar tingkat ketida kmerataan
distribusi pendapatan.
2.Indikator Kemiskinan
Karena adanya perbedaan lokasi dan standar kebutuhan hidup batas garis kemiskinan yang digunakan setiap negara berbeda-beda. Badan Pusat Statistik (BPS) menggunakan batas miskin dari besarnya rupiah yang dibelanjakan per kapita sebulan untuk memenuhi kebutuhan minimum makanan dan bukan makanan (BPS, 1994).
l Faktor factor Penyebab
Kemiskinan
1. Pengangguran
Semakin
banyak pengangguran, semakin banyak pula orang-orang miskin yang ada di
sekitar. Karena pengangguran atau orang yang menganggur tidak bisa mendapatkan
penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
2.
Tingkat pendidikan yang rendah
Tidak
adanya keterampilan, ilmu pengetahuan, dan wawasan yang lebih, masyarakat tidak akan mampu memperbaiki
hidupnya menjadi lebih baik. Karena dengan pendidikan masyarakat bisa mengerti
dan memahami bagaimana cara untuk menghasilkan sesuatu yang berguna bagi
kehidupan manusia.
3.
Bencana Alam
Banjir,
tanah longsor, gunung meletus, dan tsunami menyebabkan gagalnya panen para
petani, sehingga tidak ada bahan makanan untuk dikonsumsi dan dijual kepada
penadah atau koperasi. Kesulitan bahan makanan dan penghasilan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari tidak dapat terpenuhi.
l Kebijakan Anti
Kemiskinan
Untuk menghilangkan atau mengurangi kemiskinan di tanah
air diperlukan suatu strategi dan bentuk intervensi yang tepat, dalam arti cost
effectiveness-nya tinggi.
Ada tiga pilar utama strategi
pengurangan kemiskinan, yakni :
1. pertumuhan
ekonomi yang berkelanjutan dan yang prokemiskinan
2. Pemerintahan
yang baik (good governance)
3. Pembangunan
sosial
Untuk mendukung strategi tersebut diperlukan
intervensi-intervensi pemerintah yang sesuai dengan sasaran atau tujuan yang
bila di bagi menurut waktu yaitu :
a. Intervensi
jangka pendek, terutama pembangunan sektor pertanian dan ekonomi pedesaan
b.
Intervensi
jangka menengah dan panjang
o Pembangunan
sektor swasta
o Kerjasama
regional
o APBN dan
administrasi
o Desentralisasi
o Pendidikan dan
Kesehatan
o Penyediaan air
bersih dan Pembangunan perkotaan
BAB 8 DAN 9
PEMBANGUNAN EKONOMI DAN OTONOMI DAERAH
1.
Undang-undang
Otonomi Daerah
UU
otonomi daerah merupakan dasar hukum pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia
atau dapat juga disebut payung hukum pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia.
UU otonomi daerah itu sendiri merupakan
implementasi dari ketentuan yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (UUD
1945) yang menyebutkan otonomi daerah sebagai bagian dari sistem tata negara
Indonesia dan pelaksanaan pemerintahan di Indonesia.
Dasar Hukum UU Otonomi Daerah:
·
Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
·
Ketetapan MPR RI Nomor XV/MPR/1998
tentang Penyelenggaraan Otonomi Daerah, Pengaturan, pembagian, dan Pemanfaatan
Sumber Daya Nasional yg Berkeadilan, serta perimbangan keuangan Pusat dan
Daerah dalam Kerangka NKRI.
·
Ketetapan MPR RI Nomor IV/MPR/2000
tentang Rekomendasi Kebijakan dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah.
·
UU No. 31 Tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah.
·
UU No. 33 Tahun 2004 tentang
Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah.
2.
Perubahan
penerimaan daerah dan peranan pendapatan asli daerah
Reformasi
yang digulirkan di negeri ini memberikan arah perubahan yang cukup besar
terhadap tatanan pemerintahan di Indonesia. Salah satu perubahan tersebut
adalah lahirnya kebijakan otonomi daerah yang mengatur hubungan pemerintah
pusat dengan pemerintah daerah. Otonomi daerah memberikan pelimpahan kewenangan
dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengatur urusan pelayanan
dan pelaksanaan pembangunan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Kebijakan ini memberikan ruang bagi pemerintah daerah dalam membangun dan
mengembangkan daerahnya secara mandiri.
Salah
satu wujud pelaksanaan otonomi daerah ini adalah dengan adanya otonomi dalam
aspek pengelolaan keuangan daerah yang disebut otonomi fiskal atau
desentralisasi fiskal. Pemerintah daerah diberikan sumber- sumber keuangan
untuk menyelenggarakan urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan pemerintah
daerah. Desentralisasi fiskal memberikan kewenangan kepada daerah untuk
mengelola keuangan daerahnya. Daerah diberikan kewenangan dalam menggali
sumber- sumber penerimaan sesuai dengan potensi yang dimiliki. Prinsip dari
desentralisasi fiskal tersebut adalah money folow functions, dimana
pemerintah daerah mendapat kewenangan dalam melaksanakan fungsi pelayanan dan
pembangunan di daerahnya. Pemerintah pusat memberikan dukungan dengan
menyerahkan sumber- sumber penerimaan kepada daerah untuk dikelola secara
optimal agar mampu membiayai daerahnya dalam melaksanakan tugas dan fungsinya.
Tujuannya adalah untuk mengatasi ketimpangan fiskal dengan pemerintah pusat dan
antar pemerintah daerah lainnya. Untuk meminimilaisir ketergantungan Pemerintah
Daerah kepada Pemerintah Pusat melalui dana transfer tersebut, daerah dituntut
dapat mengoptimalkan kemampuannya dalam menggali potensi pendapatannya. Sumber-
sumber pendapatan asli daerah tersebut berupa: pajak daerah, retribusi daerah,
laba usaha milik daerah dan pendapatan lain yang sah.
Pada
prinsipnya kebijakan desentralisasi fiskal mengharapkan ketergantungan daerah
terhadap pusat berkurang, sehingga mampu mencapai kemandirian daerah
sebagaimana tercapainya tujuan otonomi itu sendiri. Dengan demikian Pendapatan
Asli Daerah (PAD) memiliki peran yang sangat sentral dalam membiayai
pelaksanaan pemerintahan daerah. Dalam UU Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan Antara Pusat Daerah disebutkan bahwa PAD bertujuan memberikan
kewenangan kepada pemerintah Daerah untuk mendanai pelaksanaan otonomi daerah
sesuai dengan potensi daerah sebagai perwujudan desentralisasi.
3.
pembangunanEkonomi
Regional
Secara
tradisional pembangunan memiliki arti peningkatan yang terus menerus pada Gross
Domestic Product atau Produk Domestik Bruto suatu negara. Untuk daerah, makna
pembangunan yang tradisional difokuskan pada peningkatan Produk Domestik
Regional Bruto suatu provinsi, kabupaten, atau kota.
Pembangunan
ekonomi daerah adalah suatu proses dimana pemerintah daerah dan masyarakat
mengelola sumberdaya yang ada dan membentuk suatu pola kemitraan antara
pemerintah daerah dengan sektor swasta untuk menciptakan suatu lapangan kerja
baru dan merangsang perkembangan kegiatan ekonomi (pertumbuhan ekonomi) dalam
wilayah tersebut. (Lincolin Arsyad, 1999).
Tujuan utama
dari usaha-usaha pembangunan ekonomi selain menciptakan pertumbuhan yang
setinggi-tingginya, harus pula menghapus atau mengurangi tingkat kemiskinan,
ketimpangan pendapatan dan tingkat pengangguran. Kesempatan kerja bagi penduduk
atau masyarakat akan memberikan pendapatan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya
(Todaro, 2000).
Masalah
pokok dalam pembangunan daerah adalah terletak pada penekanan terhadap
kebijakan-kebijakan pembangunan yang didasarkan pada kekhasan daerah yang bersangkutan
dengan menggunakan potensi sumber daya manusia, kelembagaan, dan sumberdaya
fisik secara lokal (daerah). Orientasi ini mengarahkan kita kepada pengambilan
inisiatif-inisiatif yang berasal dari daerah tersebut dalam proses pembangunan
untuk mencipatakan kesempatan kerja baru dan merangsang peningkatan kegiatan
ekonomi.
Pembangunan
ekonomi daerah adalah suatu proses, yaitu proses yang mencakup pembentukan
institusi - institusi baru, pembangunan indistri - industri alternatif,
perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa
yang lebih baik, identifikasi pasar-pasar baru, alih ilmu pengetahuan, dan
pengembangan perusahaan-perusahaan baru.
D. Faktor
penyebab ketimpangan ekonomi daerah
A. Konsentrasi Kegiatan
ekonomi
Konsentrasi kegiatan ekonomi yang tinggi di daerah tertentu
merupakan salah satu faktor yang menyebabkan terjadinya ketimpangan pembangunan
antar daerah. Ekonomi daerah dengan konsentrasi kegiatan ekonomi tinggi
cenderung tumbuh pesat. Sedangkan daerah dengan tingkat ekonomi yang rendah
cenderung mempunyai tingkat pembanguan dan pertumbuhan ekonomi yang lebih
rendah.
B. Alokasi
Investasi
Indikator lain juga yang menunjukkan pola serupa adalah
distribusi investasi (I) langsung, baik yang bersumber dari luar negeri (PMA)
maupun dari dalam negeri (PMDN). Berdasarkan teori pertumbuhan ekonomi Harrod-Domar,
bahwa kurangnya Investasi di suatu wilayah membuat pertumbuhan ekonomi dan
tingkat pendapatan masyarakat per kapita di wilayah tersebut menjadi rendah,
karena tidak adanya kegiatan ekonomi yang produktif, seperti industri
manufaktur.
C. Mobilitas antar Faktor Produksi yang Rendah antar Daerah
Kehadiran buruh migran kelas bawah adalah pertanda semakin
majunya suatu negara. Ini berlaku baik bagi migran legal dan ilegal. Ketika
sebuah negara semakin sejahtera, lapisan-lapisan masyarakatnya naik ke posisi
ekonomi lebih tinggi (teori Marxist: naik kelas).
D. Perbedaan SDA antar
Provinsi
Dasar pemikiran klasik mengatakan bahwa pembanguan ekonomi
di daerah yang kaya SDA akan lebih maju dan masyarakatnya lebih makmur
dibandingkan dengan daerah yang miskin SDA. Sebenarnya samapai dengan tingkat
tertebntu pendapat ini masih dapat dikatakan, dengan catatan SDA dianggap
sebagai modal awal untuk pembangunan. Namun, belum tentu juga daerah yang kaya
akan SDA akan mempunyai tingkat pembanguan ekonomi yang lebih tinggi juga jika
tidak didukung oleh teknologi yang ada (T).
E. Perbedaan Kondisi
Demografis antar Provinsi
Kondisi demografis antar provinsi berbeda satu dengan
lainnya, ada yang disominasi oleh sektor pertanian, ada yang didominiasi oleh
sektor pariwisata, dan lain sebagainya. Perbedaan kondisi demografis ini
biasanya menyebabkan pembangunan ekonomi tiap daerah berbeda-beda.
F. Kurang Lancarnya
Perdagangan antar Provinsi
Kurang lancarnya perdagangan antar daerah juga menyebabkan
ketimpangan ekonomi regional di Indonesia. Pada umumnya ketidaklancaran
tersebut disebabkan karena keterbatasan transportasi dan komunikasi.
Perdagangan antarprovinsi meliputi barang jadi, barang modal, input perantara,
dan bahan baku untuk keperluan produksi dan jasa. Ketidaklancaran perdagangan
ini mempengaruhi pembangunan dan pertumbuhan lewat sisi permintaan (Demand)
dan sisi penawaran (Supply).
l
Menurut Sjafrizal (2012):
1. Perbedaan kandungan sumber daya alam
2. Perbedaan kondisi demografis
3. Kurang lancarnya mobilitas barang dan jasa
4. Konsentrasi kegiatan ekonomi wilayah
5. Alokasi dana pembangunan antar wilayah
1. Menurut Adelman
dan Morris (1973):
1. Pertambahan penduduk yang tinggi yang mengakibatkan menurunnya pendapatan per kapita;
3. Ketidakmerataan pembangunan antar
daerah;
4. Investasi yang sangat banyak dalam
proyek-proyek yang padat modal (capital intensive), sehingga persentase
pendapatan modal dari tambahan harta lebih besar dibandingkan dengan persentase
pendapatan yang berasal dari kerja, sehingga pengangguran bertambah;
5. Rendahnya mobilitas sosial;
6. Pelaksanaan kebijaksanaan industri
substitusi impor yang mengakibatkan kenaikan hargaharga barang hasil industri
untuk melindungi usaha-usaha golongan kapitalis;
7. Memburuknya nilai tukar (term of trade)
bagi negara-negara sedang berkembang dalam perdagangan dengan negara-negara
maju, sebagai akibat ketidak elastisan permintaan negara-negara terhadap barang
ekspor negara-negara sedang berkembang; dan
8. Hancurnya industri-industri kerajinan
rakyat seperti pertukangan, industri rumah tangga, dan lain-lain.
E. PEMBANGUNAN
EKONOMI INDONESIA TIMUR
Pembangunan di
Indonesia Bagian Timur lebih tertinggal dibandingkan daerah Indonesia bagian
lain. Mungkin penyebabnya tanah yang lebih tidak subur dan masalah
transportasi. Sehingga perjalanan memerlukan waktu tempuh yang lebih lama dan
medan yang berat.
Kinerja
Pembangunan Kawasan Timur Indonesia
GBHN 1993 mengamanatkan
perlunya menyerasikan laju pertumbuhan antardaerah serta melaksanakan otonomi
daerah yang nyata, serasi, dinamis, dan bertanggungjawab di dalam suatu
kesatuan Wawasan Nusantara. Implikasinya adalah bahwa kebijaksanaan pembangunan
daerah tidaklah sekedar memberikan kompensasi alokasi finansial kepada propinsi
atau kawasan yang relatif tertinggal, akan tetapi justru lebih difokuskan untuk
dapat menumbuhkan sikap kemandirian dari masing-masing daerah tersebut untuk
dapat mengelola dan mengembangkan potensi sumberdaya yang dimiliki demi
kepentingan daerah yang bersangkutan pada khususnya maupun kepentingan nasional
pada umumnya.
l Selama PJP I, perkembangan ekonomi antardaerah
memperlihatkan kecenderungan bahwa propinsi-propinsi di Pulau Jawa pada umumnya
mengalami perkembangan ekonomi yang lebih cepat dibandingkan dengan propinsi
lainnya di luar Jawa.
l Dalam PJP II, wilayah kawasan timur Indonesia (KTI)
yang secara definitif meliputi 13 propinsi yang ada di wilayah Kalimantan,
Sulawesi dan kepulauan timur, telah diberikan prioritas untuk dikembangkan
dalam upaya untuk memperkecil tingkat kesenjangan yang terjadi antara kawasan
barat Indonesia dengan KTI selama PJP I yang lalu.
l Dalam membangun KTI, terdapat beberapa faktor pokok
yang perlu diberikan perhatian lebih mendalam dalam memformulasikan strategi
pengembangannya, yaitu:
(a)
adanya keanekaragaman situasi dan kondisi daerah-daerah di KTI yang memerlukan
kebijaksanaan serta solusi pembangunan yang disesuaikan dengan kepentingan
setempat (local needs)
(b) perlunya pendekatan pembangunan yang dilaksanakan secara terpadu dan
menggunakan pendekatan perwilayahan; (c) perencanaan pembangunan di daerah
harus memperhatikan serta melibatkan peranserta masyarakat.
(d) peningkatan serta pengembangan sektor pertanian yang tangguh untuk
dapat menanggulangi masalah kemiskinan baik di perdesaan maupun di perkotaan
melalui peningkatan pendapatan masyarakat khususnya dalam bidang agribisnis dan
agroindustri, serta penyediaan berbagai sarana dan prasarana lapangan kerja.
1. Keunggulan Wilayah Indonesia Bagian Timur
Keunggulan atau kekuatan yang dimiliki IBT terutama adalah
sebagai berikut.
1. Kekayaan sumber daya alam (SDA).
2. Posisi geografis yang strategis.
3. Potensi lahan pertanian yang cukup luar
4. Potensi sumber daya manusia (SDM).
2. Kelemahan Wilayah Indonesia Bagian Timur
Disamping memiliki berbagai keunggulan di atas, IBT juga memiliki
berbagai kelemahan yang membutuhkan sejumlah tindakan pembenahan dan perbaikan.
Kalau tidak, kelemahan-kelemahan tersebut akan menciptakan ancaman bagi
kelangsungan pembangunan ekonomi di kawasan tersebut. Berbagai kelemahan dan
kekurangan yang masih dimiliki IBT diantaranya adalah sebagai berikut.
1. Kualitas sumber daya manusia yang
masih rendah.
2. Keterbatasan sarana infrastruktur.
3. Kapasitas kelembagaan pemerintah dan publik
masih lemah.
4. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan
masih rendah.
3. Tantangan dan Peluang
Di samping pengaruh kondisi internal, pembangunan ekonomi di IBT
juga mengahadapi berbagai macam tantangan, yang kalau dapat
dihadapi/diantisipasi dengan persiapan yang baik bisa berubah menjadi sejumlah
peluang besar. Salah satu peluang besar yang akan muncul di masa mendatang
adalah akibat liberalisasi ini akan membuka peluang bagi IBT, seperti juga IBB,
untuk mengembangkan aktivitas ekonomi dan perdagangan yang ada di daerahnya
masing-masing.
4. Langkah-langkah yang Harus Dilakukan
Pada era otonomi daerah dan dalam menghadapi era perdagangan
bebas nanti, IBT harus menerapkan suatu strategi pembangunan ekonomi yang
berkelanjutan yang mendorong pemanfaatan sebaik-baiknya semua
keunggulan-keunggulan yang dimiliki kawasan tersebut tanpa eksploitasi yang
berlebihan yang dapat merusak lingkungan. Dalam new development paradigm
ini, ada sejumlah langkah yang harus dilakukan, diantaranya sebagai berikut.
a. Kualitas sumber daya manusia harus
ditingkatkan secar merata di seluruh daerah di IBT.
b. Pembangunan sarana infrastruktur juga harus
merupakan prioritas utama, termasuk pembangunan sentra-sentra industri dan
pelabuhan-pelabuhan laut dan udara di wilayah-wilayah di IBT yang berdasarkan
nilai ekonomi memiliki potensi besar untuk dikembangkan menjadi entreport.
c. Kegiatan-kegiatan ekonomi yang memiliki
keunggulan komparatif berdasarkan kekayaan sumber daya alam yang ada harus
dikembangkn seoptimal mungkin. d. Pembangunan ekonomi di IBT
harus dimotori oleh industrialisasi yang dilandasi oleh keterkaitan produksi
yang kuat antara sektor industri manufaktur dan sektor-sektor primer, yakni
pertanian dan pertambangan.
F. Teori dan
analisis pembangunan ekonomi daerah
Perbedaan
karakteristik wilayah berarti perbedaan potensi yang dimiliki, sehingga
membutuhkan perbedaan kebijakan untuk setiap wilayah. Untuk menunjukkan adanya
perbedaan potensi ini maka dibentuklah zona-zona pengembangan ekonomi wilayah.
Zona Pengembangan Ekonomi Daerah adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk setiap cluster, misalnya : Zona Pengembangan Sektor Pertanian yang terdiri dari Cluster Bawang Merah, Cluster Semangka, Cluster Kacang Tanah, dst.
Zona pengembangan ekonomi daerah (ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Pola pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED), bertujuan:
1. Membangun setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan kompetitifnya/kompetensi intinya.
2. Menciptakan proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan berkesinambungan.
3. Memberikan peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal ini sejalan dengan strategi pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional dewasa ini. Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang bersifat lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam berbagai teori dan analisis yang terkait dengan pembangunan ekonomi lokal. Salah satu analisis yang relevan dengan strategi ini adalah Model Pembangunan Tak Seimbang, yang dikemukakan oleh Hirscman :
“Jika kita mengamati proses pembangunan yang terjadi antara dua priode waktu tertentu akan tampak bahwa berbagai sektor kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang berbeda, yang berarti pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik walaupun sektor berkembang dengan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula perkembangan di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan industri-industri lain yang terkait dengan industri yang mengalami perkembangan tersebut”.
Model pembangunan tak seimbang menolak pemberlakuan sama pada setiap sektor yang mendukung perkembangan ekonomi suatu wilayah. Model pembangunan ini mengharuskan adanya konsentrasi pembangunan pada sektor yang menjadi unggulan (leading sector) sehingga pada akhirnya akan merangsang perkembangan sektor lainnya.
Terdapat pula analisis kompetensi inti (core competiton). Kompetensi inti dapat berupa produk barang atau jasa yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun perekonomiannya. Pengertian kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995) adalah :
“Suatu kumpulan kemampuan yang terintegrasi dari serangkaian sumberdaya dan perangkat pendukungnya sebagai hasil dari proses akumulasi pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi keberhasilan bersaing suatu bisnis”.
Sedangan menurut Reeve (1995) adalah :
“Aset yang memiliki keunikan yang tinggi, sulit ditiru, keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan yang unik, sehingga mampu membentuk suatu kompetensi inti”.
Zona Pengembangan Ekonomi Daerah adalah pendekatan pengembangan ekonomi daerah dengan membagi habis wilayah sebuah daerah berdasarkan potensi unggulan yang dimiliki, dalam satu daerah dapat terdiri dari dua atau lebih zona dan sebuah zona dapat terdiri dari dua atau lebih cluster. Setiap zona diberi nama sesuai dengan potensi unggulan yang dimiliki, demikian pula pemberian nama untuk setiap cluster, misalnya : Zona Pengembangan Sektor Pertanian yang terdiri dari Cluster Bawang Merah, Cluster Semangka, Cluster Kacang Tanah, dst.
Zona pengembangan ekonomi daerah (ZPED) adalah salah satu solusi yang dapat diterapkan untuk membangun ekonomi suatu daerah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat di masa depan. Pola pembangunan ekonomi dengan pendekatan Zona Pengembangan Ekonomi Daerah (ZPED), bertujuan:
1. Membangun setiap wilayah sesuai potensi yang menjadi keunggulan kompetitifnya/kompetensi intinya.
2. Menciptakan proses pembangunan ekonomi lebih terstruktur, terarah dan berkesinambungan.
3. Memberikan peluang pengembangan wilayah kecamatan dan desa sebagai pusat-pusat pertumbuhan ekonomi daerah.
Hal ini sejalan dengan strategi pembangunan yang umumnya dikembangkan oleh para ahli ekonomi regional dewasa ini. Para ahli sangat concern dengan ide pengembangan ekonomi yang bersifat lokal, sehingga lahirlah berbagai Strategi Pembangunan Ekonomi Lokal (Local Economic Development/LED).
Strategi ini terangkum dalam berbagai teori dan analisis yang terkait dengan pembangunan ekonomi lokal. Salah satu analisis yang relevan dengan strategi ini adalah Model Pembangunan Tak Seimbang, yang dikemukakan oleh Hirscman :
“Jika kita mengamati proses pembangunan yang terjadi antara dua priode waktu tertentu akan tampak bahwa berbagai sektor kegiatan ekonomi mengalami perkembangan dengan laju yang berbeda, yang berarti pula bahwa pembangunan berjalan dengan baik walaupun sektor berkembang dengan tidak seimbang. Perkembangan sektor pemimpin (leading sector) akan merangsang perkembangan sektor lainnya. Begitu pula perkembangan di suatu industri tertentu akan merangsang perkembangan industri-industri lain yang terkait dengan industri yang mengalami perkembangan tersebut”.
Model pembangunan tak seimbang menolak pemberlakuan sama pada setiap sektor yang mendukung perkembangan ekonomi suatu wilayah. Model pembangunan ini mengharuskan adanya konsentrasi pembangunan pada sektor yang menjadi unggulan (leading sector) sehingga pada akhirnya akan merangsang perkembangan sektor lainnya.
Terdapat pula analisis kompetensi inti (core competiton). Kompetensi inti dapat berupa produk barang atau jasa yang andalan bagi suatu zona/kluster untuk membangun perekonomiannya. Pengertian kompetensi inti menurut Hamel dan Prahalad (1995) adalah :
“Suatu kumpulan kemampuan yang terintegrasi dari serangkaian sumberdaya dan perangkat pendukungnya sebagai hasil dari proses akumulasi pembelajaran, yang akan bermanfaat bagi keberhasilan bersaing suatu bisnis”.
Sedangan menurut Reeve (1995) adalah :
“Aset yang memiliki keunikan yang tinggi, sulit ditiru, keunggulan daya saing ditentukan oleh kemampuan yang unik, sehingga mampu membentuk suatu kompetensi inti”.
BAB 10
SEKTOR PERTANIAN
1. SEKTOR
PERTANIAN INDONESIA
Dukungan pada Sektor
Pertanian di Indonesia - Dukungan Irigasi
Kurang lebih 18% dari
penduduk di Indonesia bekerja di sektor pertanian, sebagian besar dalam skala
sangat kecil. Oleh karena 2/3 dari penduduk miskin di negara ini bekerja di
sektor pertanian, maka kemajuan di sektor pertanian berpengaruh pada bangkitnya
industri yang berhubungan dan pada akhirnya bermanfaat bagi pengurangan
kemiskinan.
Setelah Indonesia
berhasil mencapai swa sembada pangan pada tahun 1984, tidak ada kemajuan
ekonomi yang berarti sampai tahun 1997, peningkatan produksi juga terutama
dititikberatkan pada pangan selain beras. Setelah krisis yang melanda Asia pada
tahun 1998, harga pupuk dan obat-obatan pertanian melonjak tinggi, ditambah
lagi dengan paceklik dan bencana alam, dan lain-lain sangat mempengaruhi
produktifitas beras. Sampai saat sekarangpun stabilitas pengadaan beras masih
bermasalah, maka akhir-akhir ini timbul kembali kesadaran terhadap pentingnya
menjaga produktifitas beras.
Jepang, melalui berbagai macam skemanya telah memberikan bantuan terhadap
kemajuan di sektor pertanian di Indonesia seperti pembenahan fondasi produksi
pertanian, tehnik produksi pertanian, strategi pertanian, penelitian dan
pengembangan, dan lain-lain. Oleh karena di Indonesia terdapat musim hujan dan
kemarau, maka ketersediaan air selama setahun menjadi hal yang krusial,
pembenahan sistim irigasi yang merupakan fondasi produksi pertanian, berpengaruh
besar terhadap naiknya produktifitas pertanian.
Bantuan pembenahan sistim irigasi di Indonesia oleh Jepang, dilakukan
melalui pinjaman Yen. Sampai dengan tahun 2007, telah dilaksanakan 49 proyek
pembenahan irigasi dengan nilai bantuan sebesar 291,6 milyar Yen. Melalui
proyek ini, irigasi pada sawah seluas 370 ribu hektar telah berfungsi kembali.
Bantuan ini dimulai pada tahun 1970, melalui proyek perbaikan irigasi di delta
sungai Brantas di propinsi Jawa Timur, kemudian dilanjutkan dengan proyek
kanalisasi sungai Ular di propinsi Sumatera Utara(1971), berikutnya proyek Wai
Jepara di propinsi Lampung (1973), proyek sejenis ini banyak dilakukan di pulau
Jawa dan Sumatera. Memasuki era tahun 1980, dilaksanakan proyek irigasi di Riau
Kanan, propinsi Kalimantan Selatan (1984), proyek irigasi Langkeme di propinsi
Sulawesi Selatan(1985), dilanjutkan dengan proyek control irigasi skala kecil
di propinsi Nusa Tenggara Timur (1989), dan lain-lain.
Demikianlah, diluar pulau Jawa dan Sumatrapun, proyek pembenahan irigasi
ini telah dilaksanakan. Saat ini, di pulau Jawa dan Sumatra, melalui skema
pinjaman Yen, sedang dilaksanakan proyek perbaikan dan pemeliharaan saluran
irigasi yang telah ada (Proyek rehabilitasi dan pemeliharaan), kemudian untuk
wilayah timur Indonesia seperti propinsi-propinsi di pulau Sulawesi, propinsi
Nusa Tenggara Barat, propinsi Nusa Tenggara Timur, dan lain-lain, sedang
dilakukan pula proyek pembangunan dan perbaikan fasilitas irigasi (Proyek
manajemen irigasi skala kecil).
Pada proyek manajemen irigasi skala kecil, disamping pembenahan fasilitas
irigasi, dibuat juga koperasi yang mengatur aliran air agar dapat digunakan
dengan lebih efektif dan efisien, peningkatan kapabilitas pemerintah propinsi
dan kabupaten, dan juga penerapan teknik intensifikasi beras (SRI:System of Rice Intensification) proyek yang dilaksanakan dengan kombinasi
dari kegiatan ini berhasil meningkatkan produktifitas pertanian dan juga
penghasilan para petani. Di laporkan bahwa koperasi penggunaan air yang
bertugas menjaga fasilitas irigasi, berhasil menjalankan organisasinya dan
menghasilkan keuntungan, irigasinya juga dipelihara dengan baik.
Dengan memanfaatkan irigasi yang telah teratur sehingga pengairan dapat
dilakukan dengan sehemat mungkin (irigasi terpotong) SRI adalah sistim menanam
dengan menggunakan bibit padi lebih sedikit dari cara menanam biasa. Setelah
dilakukan perbandingan dengan wilayah yang menerapkan sistim penanaman biasa,
penerapan sistem SRI pada beberapa proyek percobaan telah membuktikan bahwa
sistem SRI dapat menaikkan produksi sebesar 84%, penggunaan air irigasi 40%
lebih sedikit, dengan biaya operasi 25% lebih rendah. Menurut survey terhadap
petani yang dilakukan di 5 propinsi yang menghasilkan keuntungan, didapat
jawaban bahwa setelah diterapkannya sistim ini, disamping produksi berasnya
naik, penghasilanpun bertambah, disamping itu, sebagian besar penghidupan
petanipun meningkat.
2.
NILAI TUKAR PETANI
Nilai
tukar petani (NTP)
adalah rasio antara indeks harga yang diterima petani dengan indeks harga yang
dibayar petani yang
dinyatakan dalam persentase. Nilai tukar petani merupakan salah satu
indikator dalam menentukan tingkat kesejahteraan petani. Pengumpulan data dan
perhitungan NTP di Indonesia dilakukan oleh Biro Pusat Statistik.
Indeks harga yang
diterima petani (IT) adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga produsen
atas hasil produksi petani. Indeks harga yang dibayar petani (IB)
adalah indeks harga yang menunjukkan perkembangan harga kebutuhan rumah tangga
petani, baik kebutuhan untuk konsumsi rumah tangga maupun kebutuhan untuk
proses produksi pertanian.
Secara umum NTP menghasilkan 3 pengertian :
·
NTP > 100 berarti
NTP pada suatu periode tertentu lebih baik dibandingkan dengan NTP pada tahun
dasar, dengan kata lain petani mengalami surplus. Harga produksi naik lebih
besar dari kenaikan harga konsumsinya. Pendapatan petani naik dan menjadi lebih
besar dari pengeluarannya.
·
NTP = 100 berarti NTP
pada suatu periode tertentu sama dengan NTP pada tahun dasar, dengan kata lain
petani mengalami impas. Kenaikan/penurunan harga produksinya sama dengan
persentase kenaikan/penurunan harga barang konsumsi. Pendapatan petani sama
dengan pengeluarannya.
·
NTP < 100 berarti
NTP pada suatu periode tertentu menurun dibandingkan NTP pada tahun dasar,
dengan kata lain petani mengalami defisit. Kenaikan harga produksi relatif
lebih kecil dibandingkan dengan kenaikan harga barang konsumsinya. Pendapatan
petani turun dan lebih kecil dari pengeluarannya.
3.
INVESTASI
DI SEKTOR PERTANIAN
Sektor
pertanian adalah salah satu sektor penting dalam pergerakan perekonomian di
Indonesia, terutama pada perekonomian pedesaan. Permasalahan yang terjadi saat
ini adalah rendahnya perkembangan investasi dibidang pertanian, terutama
spesifikasi pada investasi bidang pertanian dalam arti sempit. Salah satu
sektor penunjang yang dapat menjadi indikator investasi adalah sektor
perbankan. Berdasarkan data posisi pinjaman investasi yang diberikan oleh
sektor perbankan (baik bank pPersero, Bank Perkreditan Rakyat, Bank Pemerintah
Daerah, Bank Swasta Nasional, Bank Swasta Asing, dan Bank Campuran)kepada
sektor pertanian, perikanan, peternakan, dan kehutanan, tren pemberian modal
investasi pada tahun 2005-januari 2011 cenderung stagnan. Pada Bank Persero,
pemberian pinjaman investasi mengalami peningkatan(dalam miliar rupiah) dari
7.579 pada 2005 atau 19.18% menjadi 28.307 pada januari 2011 atau 31.5%. sektor
pertanian, peternakan, perikanan dan kehutanan mendapatkan jumlah dan proporsi
terbesar dalam penyaluran kredit investasi. Namun, peningkatan ini masih jauh
lebih kecil dibandingkan dengan peningkatan pada sektor listrik, gas, dan air
bersih yang mendapatkan proporsi sebesar 0.2% pada 2005 dan meningkat menjadi
9% pada 2011.
Pada
Bank Pemerintahan Daerah, pada januari 2011, alokasi pinjaman investasi
terbesar diberikan kepada sektor jasa, yaitu 21.76%. sektor jasa mengalami
peningkatan yang sangat signifikan, karena pada tahun 2005 sektor ini hanya
mendapatkan alokasi sebesar 8.68%. sedangkan sekrot pertanian, perikanan,
peternakan dan kehutanan mendapatkan proporsi sebesar 18.8% pada 2005 dan
15.74% pada januari 2011. Hal ini menunjukan bahwa sektor pertanian mengalami
penurunan proporsi pemberian modal kredit pada bank pemerintahan daerah. Pada
bank swasta nasional, sektor pertanian, perikanan, peternakan dan kehutanan
mendapatkan proporsi sebesar 9.02% pada 2005 dan menjadi 8.46% pada januari
2011. Proporsi tertinggi pemberian pinjaman investasi pada 2005 oleh bank
swasta nasional adalah pada sektor perdagangan, hotel, dan restoran sebesar
20.15%, dan pada januari 2011, sebesar 20.27%. Pada bank swasta asing dan campuran,
sektor pertanian, perikanan, peternakan, dan kehutanan memperoleh proporsi
sebesar 1.9% pada 2005 dan 11.2% pada 2011.
Identifikasi Penyebab Investasi Pertanian
Terhambat
Berdasarkan data-data
diatas, terlihat bahwa perkembangan investasi untuk sektor pertanian memiliki
kecenderungan yang terus menurun. Terdapat beberapa hal yang dapat menjadi
penyebab ketidaktertarikan investor untuk menanamkan modalnya ke sektor
petanian, diantaranya:
l sektor
pertanian memiliki risiko dan ketidakpastian yang sangat tinggi dibanding
sektor lain.
l pada kasus
pertanian di Indonesia, minimnya sarana pendukung yang tersedia menjadi salah
satu faktor yang membuat investasi pada pertanian semakin tidak menarik.
l masih
sulitnya birokrasi yang ada apabila hemdak mendirikan usaha pertanian yang
memiliki skala ekonomi yang cukup besar sehingga menjadi kurang menarik.
l masih
tidak stabilnya iklim investasi di Indonesia.
l
masih tidak stabilnya iklim politik dan
pada beberapa komoditi pertanian yang menjadi komoditi politik.
4.
KETERKAITAN
SEKTOR PERTANIAN DENGAN INDUSTRI MANUFAKTUR
Jika mau berkaca dari
negara yang telah lebih dahulu maju dibanding dengan Indonesia, pada awalnya
mereka (negara-negara maju) menitikberatkan pembangunan perekonomian mereka
pada sektor pertanian untuk kemudian dikembangkan dan beralih perlahan-lahan
menjadi sektor industri. Perubahan ini tidak berlangsung secara tiba-tiba
melainkan dengan serangkaian proses yang panjang dan tentunya pertanian
dijadikan sebagai pondasi, baik sebagai penyedia bahan baku maupun modal untuk
membangun industri.
Ada beberapa alasan (yang dikemukakan oleh Dr.Tulus Tambunan dalam bukunya
Perekonomian Indonesia) kenapa sektor pertanian yang kuat sangat esensial dalam
proses industrialisasi di negara Indonesia, yakni sebagai berikut :
1. Sektor pertanian yang kuat berarti ketahanan pangan terjamin dan
ini merupakan salah satu prasyarat penting agar proses industrialisasi pada
khususnya dan pembangunan ekonomi pada umumnya bisa berlangsung dengan baik.
Ketahanan pangan berarti tidak ada kelaparan dan ini menjamin kestabilan
sosial dan politik.
2. Dari sisi permintaan agregat, pembangunan sektor pertanian yang
kuat membuat tingkat pendapatan rill per kapita disektor tersebut tinggi yang
merupakan salah satu sumber permintaan terhadap barang-barang nonfood,
khususnya manufaktur. Khususnya di Indonesia, dimana sebagaina besar penduduk
berada di pedesaan dan mempunyai sumber pendapatan langsung maupun tidak
langusng dari kegitan pertanian, jelas sektor ini merupakan motor utama
penggerak industrialisasi.
3. Dari sisi penawaran, sektor pertanian merupakan salah satu sumber
input bagi sektor industri yang mana Indonesia memiliki keunggulan komparatif.
4. Masih dari sisi penawaran, pembangunan yang baik disektor pertanian
bisa menghasilkan surplus di sektor tersebut dan ini bisa menjadi sumber
investasi di sektor industri, khususnya industri berskala kecil di pedesaan.
DAFTAR PUSTAKA
http://citrariski.blogspot. com/2011/02/beberapa-indikator- kesenjangan-dan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/ Kemiskinan
http://jurnaltoddoppuli.wordpress. com/2011/03/04/korupsi-pertumbuhan- kemiskina/
http://sobatbaru.blogspot.com/ 2010/03/konsep-kemiskinan.html
www.lintasberita.com/ Lifestyle/Pendidikan/definisi-kemiskinan
http://w-rohman.blogspot.com/ 2015/04/beberapa-indikator- kesenjangan-dan.html
http://id.wikipedia.org/wiki/
http://jurnaltoddoppuli.wordpress.
http://sobatbaru.blogspot.com/
www.lintasberita.com/
http://w-rohman.blogspot.com/
http://jabbarspace.blogspot.com/2011/05/pembangunan-ekonomi-daerah-dan-otonomi.html
http://www.id.emb-japan.go.jp/oda/id/whatisoda_04c.htm
http://ekonomi.kompasiana.com/agrobisnis/2012/05/16/melihat-investasi-dalampertanian-457620.html