1. Apa yang dimaksud dengan Etika menurut beberapa para ahli?
1. KBBI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan etika yaitu
ilmu tentang baik dan buruknya perilaku, hak dan kewajiban moral; sekumpulan
asa atau nila-nilai yang berkaitan dengan akhlak; nilai mengenai benar atau
salahnya perbuatan atau perilaku yang dianut masyarakat.
2. W. J. S. Poerwadarminto
Menurut W. J. S. Poerwadarminto .Etika merupakan ilmu
pengetahuan tentang asas-asas akhlak atau moral.
3. Hamzah Yakub
Menurut Hamzah Yakub. Etika yaitu menyelidiki suatu
perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk.
4. Soegarda Poerbakawatja
Menurut Soegarda Poerbakawatja. Etika adalah sebuah filsafat
berkaitan dengan nilai-nilai, tentang baik dan buruknya tindakan an kesusilaan.
5. Drs. O. P. Simorangkir
Menurut Drs. O. P. Simorangkir. Etika merupakkan pandangan
manusia terhadap baik dan buruknya perilaku manusia.
6. H. A. Mustafa
Menurut H. A. Mustafa. Etika merupakan ilmu yang menyelidiki
mana yanhg baik dan yang buruk dengan memperhatika amal perbuatan manusia sejauh
yang dapat diketahuin oleh akar pikirannya.
7. Aristoteles
Aristoteles membagi pengertian etika menjadi dua, yaitu
Terminius Technikus dan Manner and Custom. Terminius Technikus merupaka etika
yang dipelajari sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari suatu problema
tindakan atau perbuatan manusia.
Manner and Custom merupakan suatu pembahasan etika yang
berhubungan atau berkaitan dengan tata cara dan adat kebiasaan yang melekat
dalan kodrat manusia atau in herent in human nature yang sangat terkait denag
arti baik dan buruk suatu perilaku, tingkah laku atau perbuatan manusia.
8. K. Bertens
Menurut K. Bertens. Etika merupakan nilai-nila dan
norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur perilaku.
9. Prof. DR. Franz Magnis Suseno
Menurut Prof. DR. Franz Magnis Suseno. Etika adalah ilmu
yang mencari orientasi atau ilmu yang memberikan arah dan pijakan dalam
tindakan manusia.
10. Ramali dan Pamuncak
Menurut Ramali dan Pamuncak. Etika adalah pengetahuan
tentang perilaku yang benar dalam profesi.
11. Martin
Menurut Martin. Etika adalah suatu disiplin ilmu yang
berperan sebagai acuan atau pedoman untuk mengontrol tingkah laku atau perilaku
manusia.
12. Maryani dan Ludigdo
Menurut mereka, etika merupakan seperangkat norma, aturan
atau pedoman yang mengatur segala perilaku manusia, baik yang harus dilakukan
dan yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok masyarakat atau
segolongan masyarakat.
13. Ahmad Amin
Menurut Ahmad Amin. Etika merupakan suatu ilmu yang
menjelaskan tentang arti baik dan buruk serta apa yang seharusnya dilakukan
oleh manusia, juga menyatakan sebuah tujuan yang harus dicapai manusia dalam
perbuatannya dan menunjukkan arah untuk melakukan apa yang seharusnya
didilakukan oleh manusia.
14. Drs. Sidi Gajabla
Menurut Drs. Sidi Gajabla. Etika merupakan teori tentang
perilaku atau perbuatan manusia yang dipandang dari segi baik & buruknya
sejauh mana dapat ditentukan oleh akal manusia.
15. Drs. H. Burhanudin Salam
Menurut Drs. H. Burhanudin Salam. Etika ialah suatu cabang
ilmu filsafat yang berbicara tentang nilai -nilai dan norma yang dapat
menentukan perilaku manusia dalam kehidupannya.
16. James J. Spillane SJ
Menurut James J. Spillane SJ. Etika adalah mempertimbangkan
atau memperhatikan tingkah laku manusia dalam mengambi suatu keputusan yang
berkaitan dengan moral. Etika lebih mengarah pada penggunaan akal budi manusia
dengan objektivitas untuk menentukan benar atau salahnya serta tingkah laku
seseorang kepada orang lain.
17. Asmaran
Menurut Asmaran. Etika adalah ilmu yang mempelajari perilaku
manusia, tidak hanya menentukan kebenaran seperti mereka, tetapi juga untuk
menyelidiki manfaat atau keuntungan dari semua perilaku manusia.
2. Sebutkan dan jelaskan Prinsip-prinsip Etika!
PRINSIP ETIKA PROFESI AKUNTANSI
1. Prinsip
Tanggung Jawab Profesi
Dalam
melakukan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus
senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan
yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota
mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut,
anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka.
Anggota juga harus bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota
untuk mengmbangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan
menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha
kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi
profesi.
2. Prinsip
Kepentingan Publik
Setiap
anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada
publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas
profesionalisme.
Satu ciri utama dari suatu profesi
adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang
peranan yang penting dimasyarakat, di mana publik dari profesi akuntan terdiri
dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia
bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada objektifitas dan
integritas akuntan dalam memelihara fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan
ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan
publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan intuisi yang dilayani
anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah
laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi
masyarakat dan negara. Dalam memenuhi tanggung jawab
profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan
dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi hal ini, anggota harus
bertindak dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota
memenuhi kewajibannya kepada publi, maka kepentingan penerima jasa terlayani
sebaik-baiknya.
3. Prinsip
Integritas
Untuk
memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi
tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Integritas adalah suatu elemen
karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan
kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark)
bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.Integritas mengharuskan seorang
anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus
mengorbankann rahasia penerima jasa, pelayanan dan kepercayaan publik tidak
boleh dikalahkan dengan keuntungan pribadi. Integritas juga mengharuskan
anggota untuk mengikuti prinsip objektivitas dan kehati-hatian profesional
4. Prinsip
Objektivitas
Setiap
anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam
pemenuhan kewajiban profesionalnya.
Objektivitas adalah suatu kualitas
yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas
mengharuskan anggota bersikap adil, tidka memihak, jujur secara intelektual,
tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada
di bawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai
kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan objektivitas mereka diberbagai
situasi. Anggota dalam praktik akuntan publik memberikan jasa atestasi,
perpajakan, dan konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan
keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit intern yang bekerja
dalam kapasitas keuangan dana manajemennya di industri, pendidikan, dan
pemerintahan. Mereka harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara
objektivitas.
5. Prinsip
Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional
Setiap
anggota harus melakukan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi
dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan
keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa
klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten
berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir.
Kehati-hatian profesional mengharuskan
anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan
ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggita mempunyai kewajiban untuk
melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya,
dmei kepentingan pengguna jasa dan konsisten dnegan tanggung jawab profesi
kepada publik. Kehati-hatian profesional
mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap
kegiatan profesinal yang menjadi tanggung jawabnya.
6. Prinsip
Kerahasiaan
Setiap
anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan
jasa profesional dan tidak memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa
persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk
mengungkapkannya.
Kewajiban kerahasiaan berlanjut
bahkan setelah hubungan antaranggota dan klien atau pemberi kerja berakhir.
Kerahasiaan harus dijaga oleh anggita kecuali jika persetujuan khusus telah
diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan
informasi. Kepentingan unumu dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang
berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai
sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan dimana
informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu
diungkapkan. Berikut adalah contoh hal-hal yang
harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat
dungkapkan.
a.
Apabila
pengungkapan diizinkan
Jika persetujuan untuk mengungkapkan
diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketuga dan
kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan
b.
Pengungkapan
diharuskan oleh hukum
Beberapa contoh dimana anggota
diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia adalah:
-
Untuk menghasilkan dokumen atau
memberikan bukti dalam proses hukum
-
Untuk mengungkapkan adanya pelanggaran
hukum oleh klien
c.
Ketika
kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkan:
-
Untuk mematuhi standar teknis dan aturan
etika, pengungkapan seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini.
-
Untuk melindungi kepentingan profesional
anggota dalam sidang pengadilan
-
Untuk menaati penelaahan mutu IAI atau
badan profesional lainnya
-
Untuk menanggapi permintaan atau
investigasi oleh IAI atau badan pengatur.
7. Prinsip
Perilaku Profesional
Setiap
anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan
menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi.
Kewajiban untuk menjauhi tingkah
laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai
perwujudan pertanggungjawaban kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang
lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum.
8. Prinsip
Standar Teknis
Setiap
anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan
standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan
berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari
pemerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan
objektivitas.
Standar teknis dan standar
profesional yang harus ditaati oleh anggota adalah standar yang dikeluarkan
oleh Ikatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan
pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.
3. Jelaskan perkembangan Etika Bisnis!
Sepanjang sejarah, kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari
sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis seumur dengan bisnis itu sendiri.
Sejak manusia terjun dalam perniagaan, disadari juga bahwa kegiatan ini tidak
terlepas dari masalah etis. Aktivitas perniagaan selalu sudah berurusan dengan
etika, artinya selalu harus mempertimbangkan apa yang boleh dan apa yang tidak
boleh dilakukan. Memang benar, sejak ditemukannya bisnis, etika sudah
mendampingi kegiatan manusiawi ini.
Namun demikian, jika kita menyimak etika bisnis sebagaimana dipahami dan
dipraktekkan sekarang, tidak bisa disangkal juga, disini kita menghadapi suatu
fenomena baru. Belum pernah dalam sejarah, etika bisnis mendapat perhatian
begitu besar dan intensif seperti sekarang ini. Etika selalu sudah dikaitkan
dengan bisnis. Sejak ada bisnis, sejak saat itu pula bisnis dihubungkan dengan
etika, sebagaimana etika selalu dikaitkan juga dengan wilayah-wilayah lain
dalam kehidupan manusia deperti politik keluarga, seksualitas, berbagai
profesi, dan sebagainya. Jadi, etika dalam bisnis belum merupakan suatu bidang
khusus yang memiliki corak dan identitas tersendiri. Hal itu baru tercapai
dengan timbulnya “etika bisnis” dalam arti yang sesungguhnya. Etika dalam
bisnis mempunyai riwayat yang sudah panjang sekali, sedangkan umur etika bisnis
masih muda sekali. Kita baru bisa berbicara tentang etika bisnis dalam arti
spesifik setelah menjadi suatu bidang (field) tersendiri, maksudnya suatu
bidang intelektual dan akademis dalam konteks pengajaran dan penelitian di
peruguran tinggi. Etika bisnis dalam arti khusus ini untuk pertama kali timbul
di Amerika Serikat dalam tahun 1970-an dan agak cepat meluas ke kawasan dunia
lainnya. Dengan memanfaatkan dan memperluas pemikiran De George ini kita dapat
membedakan lima periode dalam perkembangan etika dalam bisnis menjadi etika
bisnis.
1. Situasi
Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani
lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam
negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus
diatur. Dalam filsafat dan teologi Abad pertengahan pembahasan ini dilanjutkan,
dalam kalangan Kristen maupun Islam, Topik-topik moral sekitar ekonomi dan
perniagaan tidak luput pula dari perhatian filsafat (dan teologi) di zaman
modern. Dengan membatasi diri pada situasi di Amerika Serikat selama paro
pertama abad ke-20, De George melukiskan bagaimana di perguruan tinggi masalah
moral di sekitar ekonomi dan bisnis terutama disoroti dalam teologi.
Pada waktu itu banyak universitas diberikan kuliah agama dimana
masiswamempelajari masalah – masalah moral sekitar ekonomi dan bisnis.
Pembahasannyatentu berbeda, sejauh mata kuliah ini diberikan dalam kalangan
katolik atau protestan.Dengan demikian di Amerika Serikat selama paro pertama
pada abad ke-20 etikadalam bisnis terutama
dipraktekan dalam konteks agama
dan teologi. Danpendekatanini masih berlangsung terus
sampai hari ini, di Amerika Serikat maupun ditempat lain.
2. Tahun
1960-an
Dalam tahun 1960-an terjadi
perkembangan baru yang dilihat
sebagaipersiapan langsung bagi timbulnya etika bisnis dalam dekade berikutnya. Dasawarsa1960-an
ini di Amerika Serikat (dan dunia
barat pada umumnya) ditandai
olehpemberontakan terhadap kuasa dan otoritas, revolusi mahasiswa (mulai di
ibukotaPrancis bulan Mei 1968). Suasana tidak tenang ini diperkuat lagi karena
frustasi yang dirasakan secara khusus oleh kaum muda dengan keterlibatan
Amerika Serikat dalam perang Vietnam. Rasa tidak puas ini mengakibatkan
demonstrasi – demonstrasi paling besar dirasakan di Amerika serikat. Secara
khusus kaum muda menolak kolusi yang dimata mereka terjadi antara militer dan
industri. Industri dinilai terutama melayani kepentingan militer. Serentak juga
untuk pertama kali timbul kesadaran akan masalah ekologis dan terutama industri
di anggap sebagai penyebab masalah lingkungan hidup itu dengan polusi udara,
air, dan tanah serta limbah beracun dan sampah nuklir.
Dunia pendidikan menanggapi situasi ini dengan cara berbeda – beda. Salah
satu reaksi paling penting adalah memberi perhatian khusus kepada social issues
dalam kuliah tentang manajemen.
Beberapa sekolah bisnis mulai
dengan mencamtumkan mata kuliah
baru di kurikulumnya yang
biasanya dibesi nama Business and Society.
Kuliah ini diberikan oleh Doden – Dosen manajeman dan mereka menyusun buku –
buku pegangan dan publikasi lain untuk menunjang matakuliah
itu. Pendekatan ini diadakan
dari segi manajemen ,
dengan sebagaian melibatkan juga
hukum dan sosiologi, tetapi
teori etika filosofis disini
belum dimanfaatkan.
3. Tahun 1970-an
Etika bisnis sebagai suatu bidang intelektual dan akademis dengan identitas
sendiri mulai terbentuk di Amerika Serikat tahun 1970-an. Jika sebelumnya etika
hanya membicarakan aspek – aspek moral dari bisnis di samping banyak pokok
pembicaraan moral lainya (etika
dalam hubungan dengan bisnis),
kini mulai berkembang etika dalam arti sebenarnya. Jika sebelumnya
hanya para teolog dan agamawan pada tahap ilmiah (teologi) membicarakan masalah
– masalah moral dari bisnis, pada tahun 1970-an para filsuf memasuki wilayah
penelitian ini dalam waktu singkat menjadi
kelompok yang paling dominan.
Sebagaian sukses usaha itu, kemudian
beberapa filsuf memberanikan
diri untuk terjun kedalam
etika bisnis sebagai sebuah cabang etika terapan lainnya. Faktor
kedua yang memicu timbulnya etika bisnis sebagai suatu bidang study yang serius
adalah krisis moral yang dialami dunia bisnis Amerika pada awal tahun.
1970-an krisis moral dalam dunia bisnis itu diperkuat lagi oleh krisis moral
lebih umum yang melanda seluruh masyarakat Amerika pada waktu itu.
Melatarbelakangi krisis moral yang umum itu , dunia bisnis amerika tertimpa
oleh kerisis moral yang khusus . Sebagaian sebagai reaksi atas terjadinya
peristiwa – peristiwa tidak etis ini pada awal tahun 1970-an dalam kalangan
pendidikan Amerika didasarkan kebutuhan akan refleksi etika di bidang bisnis.
Salah satu usaha khusus adalah menjadikan etika bisnis sebagai mata kuliah
dalam kurikulum ini ternyata berdampak luas. Dengan demikian dipilihnya etika
bisnis sebagai mata kuliah dalam kurikulum sekolah bisnis banyak menyumbang
kapada perkembangannya ke arah bidang ilmiah yang memiliki identitas sendiri.
Terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis pada tahun 1970-an
yaitu:
- Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis.
- Terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis. Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan tendensi etika terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahiran etika bisnis ini disebabkan adanya kerjasama interdisipliner, yaitu pada konferesi perdana tentang etika bisnis yang diselanggarakan di universitas Kansas oleh philosophi Departemen bersama colledge of business pada bulan November 1974.
4. Tahun
1980-an
Di Eropa Barat etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira – kira
sepuluh tahun kemudian , mula – mula di inggris yang secara geografis maupun
kultural paling dekat dengan Amerika Serikat, tetapi tidak lama kemudian juga
negara– negara Eropa Barat lainnya. Semakin banyak fakultas ekonomi atau
sekolah bisnisdi Eropa mencantumkan mata kuliah etika bisnis dalam
kurikulumnya, sebagai mata kuliah pilihan ataupun wajib di tempuh. Sepuluh
tahun kemudian sudah terdapat dua belas profesor etika bisnis pertama di
universitas – Universitas Eropa. Pada tahun 1987 didirikan European Business
Ethich Network (EBEN) yang bertujuan menjadi forum
pertemuan antara akademisi dari
universitas serta seklah bisnis
, para pengusaha dan wakil –wakil organisasi nasional dan
internasional seperti misalnya serikat buruh).
Konferensi EBEN yang pertama
berlangsung di Brussel (1987). Konferensi
kedua di Barcelona (1989) dan selanjutnya ada konferensi setiap tahun : Milano
(1990), London (1991), Paris (1992), Sanvika , Noerwegia (1993), St.
GallenSwis (1994), Breukelen ,
Belanda (1995), Frankfurt
(1996). Sebagaian bahan konferensi – konferensi itu
telah diterbitkan dalam bentuk buku.
5. Tahun
1990-an
Dalam dekade 1990-an sudah menjadi jelas, etika bisnis tidak terbatas lagi
pada dunia barat. Kini etika bisnis dipelajari, diajarkan dan dikembangkan di
seluruh dunia, kita mendengar tentang kehadiran etika bisnis amerika latin,
eropa timur, apalagi sejak runtuhnya komunisme disana sebagai sistem politik
dan ekonomi. Tidak mengherankan bila etika bisnis mendapat perhatian khusus di
negara yang memiliki ekonomi yang paling kuat di luar dunia barat. Tanda bukti
terakhir bagi sifat global etika bisnis adalah telah didirikannya international
society for business management economis and ethics (ISBEE).
4. Jelaskan Ethical Governance!
Corporate Governance adalah rangkaian proses terstruktur
yang digunakan untuk mengelola serta mengarahkan atau memimpin bisnis dan
usaha-usaha korporasi dengan tujuan untuk meningkatkan nilai-nilai perusahaan
serta kontinuitas usaha. Terdapat beberapa pemahaman tentang pengertian
Corporate Governance yang dikeluarkan beberapa pihak baik dalam perspektif yang
sempit (shareholder) dan perspektif yang luas (stakeholders, namun pada umumnya
menuju suatu maksud dan pengertian yang sama.
Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam
Hery (2010) mendefinisikan Corporate Governance sebagai berikut :
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara
pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah,
karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang
berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu
sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate Governance ialah untuk
menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)”.
Prinsip-prinsip Good
Corporate Governance
Berbagai aturan main dan sistem
yang mengatur keseimbangan dalam pengelolaan perusahaan perlu dituangkan dalam
bentuk prinsip-prinsip yang harus dipatuhi untuk menuju tata kelola perusahaan
yang baik. Menurut Sutedi (2011), ada beberapa prinsip dasar yang harus
diperhatikan dalam Corporate Governance, yaitu :
1. Transparancy (Keterbukaan)
Penyediaan informasi yang
memadai, akurat, dan tepat waktu kepada
stakeholders harus dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan
transparan. Pengungkapan yang memadai sangat diperlukan oleh investor dalam
kemampuannya untuk membuat keputusan terhadap risiko dan keuntungan dari
investasinya. Kurangnya pernyataan keuangan yang menyeluruh menyulitkan pihak
luar untuk menentukan apakah perusahaan tersebut memiliki uang yang menumpuk
dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Kurangnya informasi akan membatasi
kemampuan investor untuk memperkirakan nilai dan risiko serta pertambahan dari
perubahan modal (volatility of capital).
2. Accountability (Dapat
Dipertanggungjawabkan)
Akuntabilitas adalah kejelasan
fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga
pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Pengelolaan perusahaan harus
didasarkan pada pembagian kekuasaan diantara manajer perusahaan, yang
bertanggung jawab pada pengoperasian setiap harinya, dan pemegang sahamnya yang
diwakili oleh dewan direksi. Dewan direksi diharapkan untuk menetapkan
kesalahan (oversight) dan pengawasan.
3. Fairness (Kesetaraan)
Secara sederhana kesetaraan
didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi hak-hak stakeholder.
Dalam pengelolaan perusahaan perlu ditekankan pada kesetaraan, terutama untuk
pemegang saham minoritas. Investor harus memiliki hak-hak yang jelas tentang
kepemilikan dan sistem dari aturan dan hukum yang dijalankan untuk melindungi
hak-haknya. 10
4. Sustainability
(Kelangsungan)
Kelangsungan
adalah bagaimana perusahaan dapat terus beroperasi dan menghasilkan keuntungan.
Ketika perusahaan negara (corporation) exist dan menghasilkan keuntungan
dalam jangka mereka juga harus menemukan cara untuk memuaskan pegawai dan
komunitasnya agar tetap bisa bertahan dan berhasil. Mereka harus tanggap terhadap
lingkungan, memperhatikan hukum, memperlakukan pekerja secara adil, dan menjadi
karyawan yang baik. Dengan demikian, akan menghasilkan keuntungan yang lama
bagi stakeholder-nya.
Unsur-unsur Good
Corporate Governance
Dalam penerapan good
corporate governance pada perbankan dibutuhkan unsur yang mendukung. Adapun
menurut Sutedi (2011), unsur-unsur dalam GCG yaitu :
a. Corporate Governance –
Internal Perusahaan
Unsur-unsur yang berasal dari
dalam perusahaan adalah :
1) Pemegang saham;
2) Direksi;
3) Dewan komisaris;
4) Manajer;
5) Karyawan;
6) Sistem remunerasi berdasar
kinerja;
7) Komite audit.
Unsur-unsur
yang selalu diperlukan di dalam perusahaan, antara lain meliputi :
1) Keterbukaan dan kerahasiaan (disclosure);
2) Transparansi;
3) Akuntabilitas;
4) Kesetaraan;
5) Aturan dari code of
conduct.
b. Corporate Governance – External
Perusahaan
Unsur-unsur yang berasal dari
luar perusahaan adalah :
1) Kecukupan undang-undang dan
perangkat hukum;
2) Investor;
3) Institusi penyedia
informasi;
4) Akuntan publik;
5) Intitusi yang memihak
kepentingan publik bukan golongan;
6) Pemberi pinjaman;
7) Lembaga yang mengesahkan
legalitas.
Unsur-unsur yang selalu
diperlukan di luar perusahaan antara lain meliputi:
1) Aturan dari code of
conduct;
2) Kesetaraan;
3) Akuntabilitas;
4) Jaminan hukum.
Perilaku partisipasi pelaku Corporate
Governance yang berada di dalam rangkaian unsur-unsur internal
maupun eksternal menentukan kualitas Corporate Governance.
Lingkup Good
Corporate Governance
OCED (The Organization for
Economic and Development) memberikan pedoman mengenai hal-hal yang perlu
diperhatikan agar tercipta Good Corporate Governance dalam suatu perusahaan dalam Sutedi (2011), yaitu ;
1. Perlindungan terhadap
hak-hak dalam Corporate Governance harus mampu melindungi hak-hak para
pemegang saham, termasuk pemegang saham
minoritas. Hak-hak tersebut mencakup hal-hal dasar pemegang saham, yaitu :
a) Hak untuk memperoleh jaminan
keamanan atas metode
Pendaftaran kepemilikan;
b)
Hak untuk mengalihkan dan memindahtangankan kepemilikan saham;
c) Hak untuk memperoleh
informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan
teratur;
d) Hak untuk ikut
berpartisipasi dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
e) Hak untuk memilih anggota
dewan komisaris dan direksi;
f) Hak untuk memperoleh
pembagian laba (profit) perusahaan.
2. Perlakuan yang setara
terhadap seluruh pemegang saham (the equitable treatmment of shareholders).
Kerangka yang dibangun dalam Corporate
Governance haruslah menjamin perlakuan yang setara terhadap seluruh
pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Prinsip ini
melarang adanya praktik perdagangan berdasarkan informasi orang dalam (insider
trading) dan transaksi dengan diri sendiri (self dealing). Selain
itu, prinsip ini mengharuskan anggota dewan komisaris untuk terbuka ketika
menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan atau konflik kepentingan
(conflict of interest).
3 Peranan pemangku kepentingan
berkaitan dengan perusahaan (the role of stakeholders).
Kerangka yang dibangun dalam Corporate
Governance harus memberikan pengakuan terhadap hak-hak pemangku
kepentingan, sebagaimana ditentukan oleh undang-undang dan mendorong kerja sama
yang aktif antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dalam rangka menciptakan lapangan kerja,
kesejahteraan, serta kesenambungan usaha (going concern).
4 Pengungkapan dan transparansi
(disclosure and transparancy).
Kerangka yang dibangun dalam Corporate
Governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat
untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan
tersebut mencakup informasi mengenai kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan,
dan pengelolaan perusahaan. Informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit,
dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga
diharuskan untuk meminta auditor eksternal (KAP) melakukan audit yang bersifat
independen atas laporan keuangan.
5. Tanggung jawab dewan komisaris atau direksi (the
responsibilities of the board).
Kerangka yang dibangun dalam Corporate
Governance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pengawasan
yang efektif terhadap manajemen oleh dewan komisaris terhadap perusahaan dan
pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenangan-kewenangan serta
kewajiban-kewajiban profesional dewan komisaris kepada pemegang saham dan
pemangku kepentingan lainnya.
Manfaat dan Tujuan Good
Corporate Governance
Ada lima manfaat yang dapat
diperoleh perusahaan yang menerapkan Good Corporate Governance menurut
Hery (2010), yaitu :
1)
GCG secara tidak langsung akan dapat mendorong pemanfaatan sumber daya
perusahaan ke arah yang lebih efektif dan efisien, yang pada gilirannya akan turut
membantu terciptanya pertumbuhan atau perkembangan ekonomi nasional.
2)
GCG dapat membantu perusahaan dan perekonomian nasional, dalam hal ini menarik
modal investor dengan biaya yang lebih rendah melalui perbaikan kepercayaan
investor dan kreditur domestik maupun internasional.
3)
Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan/menjamin bahwa perusahaan
telah taat pada ketentuan, hukum, dan peraturan.
4) Membangun manajemen dan Corporate
Board dalam pemantauan penggunaan asset perusahaan.
5) Mengurangi korupsi.
SUMBER REFERENSI
Mulyadi.2014.Auditing Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat.
Bertens, Kees. 2000. Pengantar
Etika Bisnis. Kanisius : Yogyakarta.