Rabu, 20 April 2016

Bab 6. Hukum Dagang



HUKUM DAGANG

      A.    HUBUNGAN ANTARA HUKUM DAGANG DAN HUKUM PERDATA
Hubungan antara hubum dagang dan hukum perdata dapat diakatakan saling berkaitan satu dengn yang lain sehingga tidak terdapat perbedaan secara prinsipil anatar keduanya. Hal ini dapat dibuktikan dlaam pasal 1 dan 15 KUH Dagang.
Sementara itu, pada pasal 1 KUH Dagang disebutkan bahwa KUH Perdata seberapa jauh dari padanya dalam kitab ini tidak khusus diadakan penyimpangan-penyimpangan, berlaku juga terhadap hala-hal yang dibicarakan dalam kitab ini.
Kemudian, didalam pasal 15 KUH Dagang disebutkan bahwa segala persoalan tersebut dalam bab ini dikuasai oleh persetujuan pihak-pihak yang bersangkutan, oleh kitab ini, dan oleh hukum perdata.
Dengan demikian, berdasarkan pasal 1 dan 15 KUHD dapat diketahui kedudukan KUH Dagang terhadap KUH Perdata. Pengertiannya, KUH Dagang merupakan hukum yang khusus( lex spesialis ), sedangkan KUH Perdata merupakan hukum yang bersifat umum (lex generalis), sehingga berlaku suatu asas lex specialis derogaft legi generali, artinya hukum yang khusus dapat mengesampingkan hukum yang umum.

      B.     HUBUNGAN ANATARA PENGUSAHA DAN PEMBANTU-PEMBANTUNYA
Didalam menjalankan kegiatan suatu perusahaan yang dipimpin oleh seorang pengusaha tidak mungkin melakukan usahanya seorang diri, apalagi jika perusahaan tersebut dalam skala besar. Oleh karena itu, diuperlukan bantuan orang/pihak lain untuk membantu melakukan kegiatan-kegiatan usaha tersebut.
Sementara itu, pembantu-pembantu dalam perusahaan dapat dibagi menjadi dua fungsi, yakni pembantu didalam perusahaan dan pembantu diluar perusahaan.
1.      Pembantu didalam perusahaan
Mempeunyai hubungan yang bersifat sub ordinasi, yaitu hubungan atas dan bawah sehingga berlaku suatu perjanjian perburuhan, misalnya pemimpin perusahaan, pemegang prokurasi, pemimpin filial, pedagang keliling, dan pegawai perusahaan.
2.      Pembantu diluar perusahaan
Mempunyai hubungan yang bersifat koordinasi, yaitu hubungan yang sejajar sehingga berlaku suatu perjanjian pemberian kuasa antara pemberi kuasa dan pemerima kuasa yang akan memperoleh upah, seperyi yang diatur dalam pasal 1792 KUH Perdata, misalnya pengacara, notaries, agen perusahaan, makelar, dan komisoner.
            Dengan demikian, hubungan hukum yang terjadi diantara mereka yang termasuk dalam perantara dalam perusahaan dapat bersifat
a.       Hubungan perburuhan, sesuai pasal 1601a KUH Perdata
b.      Hubungan pemberian kuasa, sesuai pasal 1792 KUH Perdata
c.       Hubungan hukum pelayanan berkala, sesuai pasal 1601 KUH Perdata

      C.     KEWAJIBAN PENGUSAHA
       Pengusaha adalah setiap orang yang menjalankan perusahaan. Menurut undang-undang ada dua macam kewajiban yang harus dipenuhi oleh pengusaha, yaitu:
a.       Membuat pembukuan sesuai dengan pasal 6 KUH Dagang Yo Undang-undang Nomor 8 tahun 1997 tentang Dokumen Perusahaan)
Dalam pasal 6 KUH Dagang menjelaskan makna pembukuan, yakni mewajibkan setiap orang yang menjalankan perusahaan supaya membuat catatan atau pembukuan mengenai kekayaan dan semua hal yang berkaitan dengan perusahaan, sehingga dari catatan tersbut dapat diketahui hak dan kewajiban para pihak.
Sementara itu mengenai dokumen perusahaan didalam KUH Dagang menggunakan istilah pembukuan, sedangkan dalam UU No 8 Tahun 1997 menggunakan istilah dokumen perusahaan. Dokumen perusahaan menurut pasal 1 butir 2 UU No 8 Tahun 1997 meruapakan data, catatan, dan atau keterangan yang dibuat dan atau diterima oleh perusahaan dalam rangka pelaksanaan kegiatannya, baik tertulis diatas kertas atau saran lain, maupun terekam dalam bentuk corak apapun yang dapat dilihat, dibaca, dan didengar.
Selain itu, dalam pasal 2 UU No 8 Tahun 1997 yang dikatakan dokumen perusahaan adalah terdiri dari dokumen keuangan dan dokumen lainnya.
1.      Dokumen Keuangan
Terdiri dari catatan ( neraca tahunan, perhitungan laba rugi tahunan, rekening, jurnal transaksi harian), bukti pembukuan, dan data-data administrasi keuangan yang merupakan bukti adanya hak dan kewajiban serta kegiatan usaha suatu perusahaan.
2.      Dokumen Lainnya
Terdiri dari data atau setiap tulisan yang berisi keterangan yang mempunyai nilai guna bagi perusahaan, meskipun tidak terkait langsung dengan dokumen keuangan.

b.      Mendaftarkan perusahaannya (sesuai Undang-undnag Nomor 3 tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan)
Dengan adanya UU No.3 Tahun 1982 tentang Wajib Daftar Perusahaan maka setiap orang atau badan yang menjalankan perusahaan, menurut hukum wajib untuk melakukan pendaftaran tentang segala sesuatau yang berkaitan dengan usahanya sejak tanggal 1 Juni 1985.
Sementara yang dimaksud dengan daftar perusahaan pada undang-undang tersebut adalah daftar catatan resmi yang diadakan menurut atau berdasarkan ketentuan undang-undang ini atau peraturan pelaksanaannya, memuat hal-hal yang wajib didaftarkan oleh setiap perusahaan, dan disahkan oleh pejabat yang berwenang dari kantor pendaftaran perusahaan.
Dengan demikian, daftar perusahaan merupakan daftar informasi umum yang harus didaftarkan pada Departemen Perdagangan dan Perindustrian/kanwil serta Departemen Perdagangan dan Perindustrian tingkat II.




Sumber :
Elsi Kartika Sari, S.H.,M.H., dan Advendi Simangunsong, S.H.,M.H.2007.Hukum dalam Ekonomi Edisi 2 Revisi.Grasindo:Jakarta.
https://books.google.co.id/books?id=6X-9l4HKgNIC&pg=PA41&dq=hubungan+antara+hukum+dagang+dan+hukum+perdata&hl=id&sa=X&ved=0ahUKEwier8v04J7MAhVIGpQKHcS3BwgQ6AEIJTAC#v=onepage&q=hubungan%20antara%20hukum%20dagang%20dan%20hukum%20perdata&f=false

Bab 12. Perlindungan Konsumen



PERLINDUNGAN KONSUMEN

       A.    PENGERTIAN KONSUMEN
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Perlindungan konsumen adalah perangkat hukum yang diciptakan untuk melindungi dan terpenuhinya hak konsumen. Sebagai contoh, para penjual diwajibkan menunjukkan tanda harga sebagai tanda pemberitahuan kepada konsumen.
UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen Republik Indonesia menjelaskan bahwa hak konsumen diantaranya adalah hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengonsumsi barang dan atau jasa; hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan atau penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; dan sebagainya.
Di Indonesia, dasar hukum yang menjadikan seorang konsumen dapat mengajukan perlindungan adalah:
·   Undang Undang Dasar 1945 Pasal 5 ayat (1), pasal 21 ayat (1), Pasal 21 ayat (1), Pasal 27 , dan Pasal 33.
·   Undang Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen (Lembaran Negara Republik Indonesia tahun 1999 No. 42 Tambahan lembaran Negara Republik Indonesia No. 3821
·   Undang Undang No. 5 tahun 1999 Tentang Larangan Praktek Monopoli dan Persaingan Usaha Usaha Tidak Sehat.
·   Undang Undang No. 30 Tahun 1999 Tentang Arbritase dan Alternatif Penyelesian Sengketa
·   Peraturan Pemerintah No. 58 Tahun 2001 tentang Pembinaan Pengawasan dan Penyelenggaraan Perlindungan Konsumen
·   Surat Edaran Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 235/DJPDN/VII/2001 Tentang Penangan pengaduan konsumen yang ditujukan kepada Seluruh dinas Indag Prop/Kab/Kota
·   Surat Edaran Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri No. 795 /DJPDN/SE/12/2005 tentang Pedoman Pelayanan Pengaduan Konsumen


     B.     AZAS DAN TUJUAN
Tujuan dari UU PK adalah melindungi kepentingan konsumen, dan di satu sisi menjadi pecut bagi pelaku usaha untuk meningkatkan kualitasnya. Lebih lengkapnya Pasal 3 UU PK menyebutkan bahwa tujuan perlindungan konsumen adalah:
1.Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri
2.Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa
3.Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen
4.Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi
5.Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha
6.Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen
Sedangkan asas-asas yang dianut dalam hukum perlindungan konsumen sebagaimana disebutkan dalam Pasal 2 UU PK adalah:
1.Asas manfaat
Asas ini mengandung makna bahwa penerapan UU PK harus memberikan manfaat yang sebesar-besarnya kepada kedua pihak, konsumen dan pelaku usaha. Sehingga tidak ada satu pihak yang kedudukannya lebih tinggi dibanding pihak lainnya. Kedua belah pihak harus memperoleh hak-haknya.
2.Asas keadilan
Penerapan asas ini dapat dilihat di Pasal 4 – 7 UU PK yang mengatur mengenai hak dan kewajiban konsumen serta pelaku usaha. Diharapkan melalui asas ini konsumen dan pelaku usaha dapat memperoleh haknya dan menunaikan kewajibannya secara seimbang.
3.Asas keseimbangan
Melalui penerapan asas ini, diharapkan kepentingan konsumen, pelaku usaha serta pemerintah dapat terwujud secara seimbang, tidak ada pihak yang lebih dilindungi.
4.Asas keamanan dan keselamatan konsumen
Diharapkan penerapan UU PK akan memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan konsumen dalam penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
5.Asas kepastian hukum
Dimaksudkan agar baik konsumen dan pelaku usaha mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum

     C.     HAK DAN KEWAJIBAN KONSUMEN
Hak Konsumen adalah:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengan pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Kewajiban/Tanggungjawab Konsumen adalah :
1.    Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau  pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;
2.    Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa;
3.    Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
4.    Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.


      D.    HAK DAN KEWAJIBAN PELAKU USAHA
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 6, hak pelaku usaha telah disebutkan sbb:
1.      Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
2.      Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik.
3.      Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya didalam penyelesaian hukum sengketa konsumen.
4.      Hak untuk merehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
5.      Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 7, kewajiban daripada pelaku usaha telah disebutkan sbb:
1.      Beritikad baik dalam melakukan usahanya.
2.      Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang/jasa serta member penjelasan penggunaan, perbaikan, dan pemeliharaan.
3.      Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.
4.      Menjamin mutu barang/jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan kententuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku.
5.      Member kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau mencoba barang/jasa tertentu, serta member jaminan dan/atau garansi atas barang yang sibuat dan/atau yang diperdagangkan.
6.      Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian, dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan.
7.      Memberi kompensasi, ganti rugi, dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian.

      E.     PERBUATAN YANG DILARANG BAGI PELAKU USAHA
Dalam pasal 8 sampai dengan pasal 17 undang-undang nomor 8 tahun 1999, mengatur perbuatan hukum yang dilarang bagi pelaku usaha larangan dalam memproduksi atau memperdagangkan, larangan dalam menawarkan , larangan-larangan dalam penjualan secara obral / lelang , dan dimanfaatkan dalam ketentuan periklanan .

1. larangan dalam memproduksi / memperdagangkan.
Pelaku usaha dilarang memproduksi atau memperdagangkan barang atau jasa, misalnya :
• tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan ;
• tidak sesuai dengan berat isi bersih atau neto;
• tidak sesuai dengan ukuran , takaran, timbangan, dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya;
• tidak sesuai denga kondisi, jaminan, keistimewaan sebagaimana dinyatakan dalam label, etika , atau keterangan barang atau jasa tersebut;
• tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label;
• tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal;
• tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat barang, ukuran , berat isi atau neto

2. larangan dalam menawarkan / memproduksi
pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan suatu barang atau jasa secara tidak benar atau seolah-olah .
• barang tersebut telah memenuhi atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu.
• Barang tersebut dalam keadaan baik/baru;
• Barang atau jasa tersebut telah mendapat atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu.
• Dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan, atau afiliasi.
• Barang atau jasa tersebut tersedia.
• Tidak mengandung cacat tersembunyi.
• Kelengkapan dari barang tertentu.
• Berasal dari daerah tertentu.
• Secara langsun g atau tidak merendahkan barang atau jasa lain.
• Menggunakan kata-kata yang berlebihan seperti aman, tidak berbahaya , atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap.
• Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

3. larangan dalam penjualan secara obral / lelang

Pelaku usaha dalam penjualan yang dilakukan melalui cara obral atau lelang , dilarang mengelabui / menyesatkan konsumen, antara lain :
• menyatakan barang atau jasa tersebut seolah-olah telah memenuhi standar tertentu.
• Tidak mengandung cacat tersembunyi.
• Tidak berniat untuk menjual barang yang ditawarkan melainkan dengan maksud menjual barang lain.
• Tidak menyedian barang dalam jumlah tertentu atau jumlah cukup dengan maksud menjual barang yang lain.
4. larangan dalam periklanan

Pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan , misalnya :
• mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan, dan harga mengenai atau tarif jasa, serta ketepatan waktu penerimaan barang jasa.
• Mengelabui jaminan / garansi terhadap barang atau jasa.
• Memuat informasi yang keliru, salah atau tidak tepat mengenai barang atau jasa.
• Tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang atau jasa.
• Mengeksploitasi kejadian atau seseorang tanpa seizing yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan.
• Melanggar etika atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan.

      F.      TANGGUNG JAWAB PELAKU USAHA
Selain adanya hak dan kewajiban yang perlu diperhatikan oleh pelaku usaha adalah adanya tanggung jawab yang harus dikerjakan. Tanggung jawab tersebut merupakan bagian dari kewajiban yang mengikat kegiatan mereka dal;am berusaha. Tanggung jawab ini juga disebut sebagai product liability ( tanggung jawab gugat produksi).
Pada perkembangan masa kini produsen memiliki kewajiban untuk selalu bersikap hatu-hati dalam memproduksi barang/jasa yang dihasilkan. Pada dasarnya berdasarkan hukum, segala bentuk pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha akan berdampak pada adanya hak konsumen untuk meminta pertanggungjawaban dari pelaku usaha yang telah merugikannya.
Product liability adalah suatu tanggung jawab secara hukum dari orang/badan yang menggunakan suatu produk, dari orang/badan yang bergerak dala, suatu proses untuk menghasilkan suatu produk atau mendistribusikan produk tersebut ( saefullah 2000:46).
Dari pengertian tersebut dapat dikatakan bahwa pelaku usaha bertanggung jawab atas segala kerugian yang timbul dari hasil produk/jasanya. Berdasarkan UU Perlindungan Konsumen pasal 19 ayat 1, pelaku usaha bertanggung jawab untuk memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, atau kerugian yang diderita konsumen akibat menginsumsi barang/jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Berdasarkan ayat 2 pada pasal yang sama, ganti rugi bisa berupa pengembalian uang, penggantian barang/jasa yang sejenis atau setara nilainya, perawatan kesehatan, dan pemberian santunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7 hari setelah tanggal transaksi. Pemberian ganti rugi tidak menghapus kemungkinan adanya tuntutan pidana .

      G.    SANKSI
1.      Sanksi Administratif
Sebagaimana diatur dalam UU Perlindungan Konsumen pasal 60, BPSK ( Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen ) berhak menjatuhkan sanksi administrative pada pelaku usaha yang melanggar pasal 19 ayat 2 dan 3, pasal 20, pasal 25-26, berupa denda uang maksimum Rp 200.000.000 ( dua ratus juta rupiah ).
2.      Sanksi pidana pokok
Ada tiga bentuk sanksi pidana, yaitu:
a.       Penjara 5 tahun atau denda Rp 200.000.000 ( pasal 8,9,10,13 ayat 2, 15, 17 ayat 1 huruf a, b, c, dan e, dan pasal 18).
b.      Penjara dua tahun atau denda Rp 500.000.000 ( pasal 11, 12, 13 ayat 1, 14, 16, dan 17 ayat 1 huruf d dan f)
c.       Sanksi pidana lain diluar ketentuan UU Perlindungan Konsumen jika konsumen mengalami kematian, cacat berat, sakit berat, atau luka berat ( pasal 62 ayat 3 ).
3.      Sanksi pidana tambahan
Menurut UU Perlindungan Konsumen pasal 63, dimungkinkan diberikannya sanksi pidana tambahan diluar sanksi pidana pokok yang dijatuhkan berdasarkan pasal 62. Sanksi-sanksi tersebut berupa:
a.       Perampasan barang tertentu
b.      Pengumuman keputusan hakim
c.       Pembayaran ganti rugi
d.      Pencabutan izin usaha
e.       Pelarangan memperdagangkan barang/jasa
f.       Wajib menarik barang/jasa dari peredaran
g.      Hasil pengawasan disebarkan kepada masyarakat umum





SUMBER :
Susanto,Happy.2008.Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan.Jakarta:Visimedia.
7.      http://vegadadu.blogspot.co.id/2011/04/perbuatan-yang-dilarang-bagi-pelaku.html