Minggu, 22 Oktober 2017

Tugas Softskill 2

1. Apa yang dimaksud dengan Etika menurut beberapa para ahli?

1. KBBI
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia menyebutkan etika yaitu ilmu tentang baik dan buruknya perilaku, hak dan kewajiban moral; sekumpulan asa atau nila-nilai yang berkaitan dengan akhlak; nilai mengenai benar atau salahnya perbuatan atau perilaku yang dianut masyarakat.

2. W. J. S. Poerwadarminto
Menurut W. J. S. Poerwadarminto .Etika merupakan ilmu pengetahuan tentang asas-asas akhlak atau moral.

3. Hamzah Yakub
Menurut Hamzah Yakub. Etika yaitu menyelidiki suatu perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk.

4. Soegarda Poerbakawatja
Menurut Soegarda Poerbakawatja. Etika adalah sebuah filsafat berkaitan dengan nilai-nilai, tentang baik dan buruknya tindakan an kesusilaan.

5. Drs. O. P. Simorangkir
Menurut Drs. O. P. Simorangkir. Etika merupakkan pandangan manusia terhadap baik dan buruknya perilaku manusia.

6. H. A. Mustafa
Menurut H. A. Mustafa. Etika merupakan ilmu yang menyelidiki mana yanhg baik dan yang buruk dengan memperhatika amal perbuatan manusia sejauh yang dapat diketahuin oleh akar pikirannya.

7. Aristoteles
Aristoteles membagi pengertian etika menjadi dua, yaitu Terminius Technikus dan Manner and Custom. Terminius Technikus merupaka etika yang dipelajari sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari suatu problema tindakan atau perbuatan manusia.

Manner and Custom merupakan suatu pembahasan etika yang berhubungan atau berkaitan dengan tata cara dan adat kebiasaan yang melekat dalan kodrat manusia atau in herent in human nature yang sangat terkait denag arti baik dan buruk suatu perilaku, tingkah laku atau perbuatan manusia.

8. K. Bertens
Menurut K. Bertens. Etika merupakan nilai-nila dan norma-norma moral, yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur perilaku.

9. Prof. DR. Franz Magnis Suseno
Menurut Prof. DR. Franz Magnis Suseno. Etika adalah ilmu yang mencari orientasi atau ilmu yang memberikan arah dan pijakan dalam tindakan manusia.

10. Ramali dan Pamuncak
Menurut Ramali dan Pamuncak. Etika adalah pengetahuan tentang perilaku yang benar dalam profesi.

11. Martin
Menurut Martin. Etika adalah suatu disiplin ilmu yang berperan sebagai acuan atau pedoman untuk mengontrol tingkah laku atau perilaku manusia.

12. Maryani dan Ludigdo
Menurut mereka, etika merupakan seperangkat norma, aturan atau pedoman yang mengatur segala perilaku manusia, baik yang harus dilakukan dan yang harus ditinggalkan yang dianut oleh sekelompok masyarakat atau segolongan masyarakat.

13. Ahmad Amin
Menurut Ahmad Amin. Etika merupakan suatu ilmu yang menjelaskan tentang arti baik dan buruk serta apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia, juga menyatakan sebuah tujuan yang harus dicapai manusia dalam perbuatannya dan menunjukkan arah untuk melakukan apa yang seharusnya didilakukan oleh manusia.

14. Drs. Sidi Gajabla
Menurut Drs. Sidi Gajabla. Etika merupakan teori tentang perilaku atau perbuatan manusia yang dipandang dari segi baik & buruknya sejauh mana dapat ditentukan oleh akal manusia.

15. Drs. H. Burhanudin Salam
Menurut Drs. H. Burhanudin Salam. Etika ialah suatu cabang ilmu filsafat yang berbicara tentang nilai -nilai dan norma yang dapat menentukan perilaku manusia dalam kehidupannya.

16. James J. Spillane SJ
Menurut James J. Spillane SJ. Etika adalah mempertimbangkan atau memperhatikan tingkah laku manusia dalam mengambi suatu keputusan yang berkaitan dengan moral. Etika lebih mengarah pada penggunaan akal budi manusia dengan objektivitas untuk menentukan benar atau salahnya serta tingkah laku seseorang kepada orang lain.

17. Asmaran
Menurut Asmaran. Etika adalah ilmu yang mempelajari perilaku manusia, tidak hanya menentukan kebenaran seperti mereka, tetapi juga untuk menyelidiki manfaat atau keuntungan dari semua perilaku manusia.






2. Sebutkan dan jelaskan Prinsip-prinsip Etika!

PRINSIP ETIKA PROFESI AKUNTANSI 
1.      Prinsip Tanggung Jawab Profesi 
Dalam melakukan tanggung jawabnya sebagai profesional, setiap anggota harus senantiasa menggunakan pertimbangan moral dan profesional dalam semua kegiatan yang dilakukannya. Sebagai profesional, anggota mempunyai peran penting dalam masyarakat. Sejalan dengan peranan tersebut, anggota mempunyai tanggung jawab kepada semua pemakai jasa profesional mereka. Anggota juga harus bertanggung jawab untuk bekerja sama dengan sesama anggota untuk mengmbangkan profesi akuntansi, memelihara kepercayaan masyarakat dan menjalankan tanggung jawab profesi dalam mengatur dirinya sendiri. Usaha kolektif semua anggota diperlukan untuk memelihara dan meningkatkan tradisi profesi.   
2.      Prinsip Kepentingan Publik 
Setiap anggota berkewajiban untuk senantiasa bertindak dalam kerangka pelayanan kepada publik, menghormati kepercayaan publik, dan menunjukkan komitmen atas profesionalisme. 
Satu ciri utama dari suatu profesi adalah penerimaan tanggung jawab kepada publik. Profesi akuntan memegang peranan yang penting dimasyarakat, di mana publik dari profesi akuntan terdiri dari klien, pemberi kredit, pemerintah, pemberi kerja, pegawai, investor, dunia bisnis dan keuangan, dan pihak lainnya bergantung kepada objektifitas dan integritas akuntan dalam memelihara fungsi bisnis secara tertib. Ketergantungan ini menimbulkan tanggung jawab akuntan terhadap kepentingan publik. Kepentingan publik didefinisikan sebagai kepentingan masyarakat dan intuisi yang dilayani anggota secara keseluruhan. Ketergantungan ini menyebabkan sikap dan tingkah laku akuntan dalam menyediakan jasanya mempengaruhi kesejahteraan ekonomi masyarakat dan negara. Dalam memenuhi tanggung jawab profesionalnya, anggota mungkin menghadapi tekanan yang saling berbenturan dengan pihak-pihak yang berkepentingan. Dalam mengatasi hal ini, anggota harus bertindak dengan penuh integritas, dengan suatu keyakinan bahwa apabila anggota memenuhi kewajibannya kepada publi, maka kepentingan penerima jasa terlayani sebaik-baiknya. 
3.      Prinsip Integritas 
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin. 
Integritas adalah suatu elemen karakter yang mendasari timbulnya pengakuan profesional. Integritas merupakan kualitas yang mendasari kepercayaan publik dan merupakan patokan (benchmark) bagi anggota dalam menguji semua keputusan yang diambilnya.Integritas mengharuskan seorang anggota untuk, antara lain, bersikap jujur dan berterus terang tanpa harus mengorbankann rahasia penerima jasa, pelayanan dan kepercayaan publik tidak boleh dikalahkan dengan keuntungan pribadi. Integritas juga mengharuskan anggota untuk mengikuti prinsip objektivitas dan kehati-hatian profesional 
4.      Prinsip Objektivitas 
Setiap anggota harus menjaga objektivitasnya dan bebas dari benturan kepentingan dalam pemenuhan kewajiban profesionalnya. 
Objektivitas adalah suatu kualitas yang memberikan nilai atas jasa yang diberikan anggota. Prinsip objektivitas mengharuskan anggota bersikap adil, tidka memihak, jujur secara intelektual, tidak berprasangka atau bias, serta bebas dari benturan kepentingan atau berada di bawah pengaruh pihak lain. Anggota bekerja dalam berbagai kapasitas yang berbeda dan harus menunjukkan objektivitas mereka diberbagai situasi. Anggota dalam praktik akuntan publik memberikan jasa atestasi, perpajakan, dan konsultasi manajemen. Anggota yang lain menyiapkan laporan keuangan sebagai seorang bawahan, melakukan jasa audit intern yang bekerja dalam kapasitas keuangan dana manajemennya di industri, pendidikan, dan pemerintahan. Mereka harus melindungi integritas pekerjaannya dan memelihara objektivitas. 
5.      Prinsip Kompetensi dan Kehati-hatian Profesional 
Setiap anggota harus melakukan jasa profesionalnya dengan kehati-hatian, kompetensi dan ketekunan, serta mempunyai kewajiban untuk mempertahankan pengetahuan dan keterampilan profesional pada tingkat yang diperlukan untuk memastikan bahwa klien atau pemberi kerja memperoleh manfaat dari jasa profesional yang kompeten berdasarkan perkembangan praktik, legislasi dan teknik yang paling mutakhir. 
Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan kompetensi dan ketekunan. Hal ini mengandung arti bahwa anggita mempunyai kewajiban untuk melaksanakan jasa profesional dengan sebaik-baiknya sesuai dengan kemampuannya, dmei kepentingan pengguna jasa dan konsisten dnegan tanggung jawab profesi kepada publik. Kehati-hatian profesional mengharuskan anggota untuk merencanakan dan mengawasi secara seksama setiap kegiatan profesinal yang menjadi tanggung jawabnya. 
6.      Prinsip Kerahasiaan 
Setiap anggota harus menghormati kerahasiaan informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dan tidak memakai atau mengungkapkan informasi tersebut tanpa persetujuan, kecuali bila ada hak atau kewajiban profesional atau hukum untuk mengungkapkannya. 
Kewajiban kerahasiaan berlanjut bahkan setelah hubungan antaranggota dan klien atau pemberi kerja berakhir. Kerahasiaan harus dijaga oleh anggita kecuali jika persetujuan khusus telah diberikan atau terdapat kewajiban legal atau profesional untuk mengungkapkan informasi. Kepentingan unumu dan profesi menuntut bahwa standar profesi yang berhubungan dengan kerahasiaan didefinisikan bahwa terdapat panduan mengenai sifat dan luas kewajiban kerahasiaan serta mengenai berbagai keadaan dimana informasi yang diperoleh selama melakukan jasa profesional dapat atau perlu diungkapkan. Berikut adalah contoh hal-hal yang harus dipertimbangkan dalam menentukan sejauh mana informasi rahasia dapat dungkapkan. 
a.      Apabila pengungkapan diizinkan 
Jika persetujuan untuk mengungkapkan diberikan oleh penerima jasa, kepentingan semua pihak termasuk pihak ketuga dan kepentingannya dapat terpengaruh harus dipertimbangkan 
b.      Pengungkapan diharuskan oleh hukum 
Beberapa contoh dimana anggota diharuskan oleh hukum untuk mengungkapkan informasi rahasia adalah: 
-          Untuk menghasilkan dokumen atau memberikan bukti dalam proses hukum 
-          Untuk mengungkapkan adanya pelanggaran hukum oleh klien 
c.       Ketika kewajiban atau hak profesional untuk mengungkapkan:
 -          Untuk mematuhi standar teknis dan aturan etika, pengungkapan seperti itu tidak bertentangan dengan prinsip etika ini. 
-          Untuk melindungi kepentingan profesional anggota dalam sidang pengadilan 
-          Untuk menaati penelaahan mutu IAI atau badan profesional lainnya 
-          Untuk menanggapi permintaan atau investigasi oleh IAI atau badan pengatur. 
7.      Prinsip Perilaku Profesional 
Setiap anggota harus berperilaku yang konsisten dengan reputasi profesi yang baik dan menjauhi tindakan yang dapat mendiskreditkan profesi. 
Kewajiban untuk menjauhi tingkah laku yang dapat mendiskreditkan profesi harus dipenuhi oleh anggota sebagai perwujudan pertanggungjawaban kepada penerima jasa, pihak ketiga, anggota yang lain, staf, pemberi kerja dan masyarakat umum. 
8.      Prinsip Standar Teknis 
Setiap anggota harus melaksanakan jasa profesionalnya sesuai dengan standar teknis dan standar profesional yang relevan. Sesuai dengan keahliannya dan dengan berhati-hati, anggota mempunyai kewajiban untuk melaksanakan penugasan dari pemerima jasa selama penugasan tersebut sejalan dengan prinsip integritas dan objektivitas. 
Standar teknis dan standar profesional yang harus ditaati oleh anggota adalah standar yang dikeluarkan oleh Ikatan Akuntan Indonesia, International Federation of Accountants, badan pengatur, dan peraturan perundang-undangan yang relevan.  




3. Jelaskan perkembangan Etika Bisnis!

       Sepanjang sejarah, kegiatan perdagangan atau bisnis tidak pernah luput dari sorotan etika. Perhatian etika untuk bisnis seumur dengan bisnis itu sendiri. Sejak manusia terjun dalam perniagaan, disadari juga bahwa kegiatan ini tidak terlepas dari masalah etis. Aktivitas perniagaan selalu sudah berurusan dengan etika, artinya selalu harus mempertimbangkan apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan. Memang benar, sejak ditemukannya bisnis, etika sudah mendampingi kegiatan manusiawi ini.
      Namun demikian, jika kita menyimak etika bisnis sebagaimana dipahami dan dipraktekkan sekarang, tidak bisa disangkal juga, disini kita menghadapi suatu fenomena baru. Belum pernah dalam sejarah, etika bisnis mendapat perhatian begitu besar dan intensif seperti sekarang ini. Etika selalu sudah dikaitkan dengan bisnis. Sejak ada bisnis, sejak saat itu pula bisnis dihubungkan dengan etika, sebagaimana etika selalu dikaitkan juga dengan wilayah-wilayah lain dalam kehidupan manusia deperti politik keluarga, seksualitas, berbagai profesi, dan sebagainya. Jadi, etika dalam bisnis belum merupakan suatu bidang khusus yang memiliki corak dan identitas tersendiri. Hal itu baru tercapai dengan timbulnya “etika bisnis” dalam arti yang sesungguhnya. Etika dalam bisnis mempunyai riwayat yang sudah panjang sekali, sedangkan umur etika bisnis masih muda sekali. Kita baru bisa berbicara tentang etika bisnis dalam arti spesifik setelah menjadi suatu bidang (field) tersendiri, maksudnya suatu bidang intelektual dan akademis dalam konteks pengajaran dan penelitian di peruguran tinggi. Etika bisnis dalam arti khusus ini untuk pertama kali timbul di Amerika Serikat dalam tahun 1970-an dan agak cepat meluas ke kawasan dunia lainnya. Dengan memanfaatkan dan memperluas pemikiran De George ini kita dapat membedakan lima periode dalam perkembangan etika dalam bisnis menjadi etika bisnis.
 
1. Situasi Dahulu
Pada awal sejarah filsafat, Plato, Aristoteles, dan filsuf-filsuf Yunani lain menyelidiki bagaimana sebaiknya mengatur kehidupan manusia bersama dalam negara dan membahas bagaimana kehidupan ekonomi dan kegiatan niaga harus diatur. Dalam filsafat dan teologi Abad pertengahan pembahasan ini dilanjutkan, dalam kalangan Kristen maupun Islam, Topik-topik moral sekitar ekonomi dan perniagaan tidak luput pula dari perhatian filsafat (dan teologi) di zaman modern. Dengan membatasi diri pada situasi di Amerika Serikat selama paro pertama abad ke-20, De George melukiskan bagaimana di perguruan tinggi masalah moral di sekitar ekonomi dan bisnis terutama disoroti dalam teologi.
Pada waktu itu banyak universitas diberikan kuliah agama dimana masiswamempelajari masalah – masalah moral sekitar ekonomi dan bisnis. Pembahasannyatentu berbeda, sejauh mata kuliah ini diberikan dalam kalangan katolik atau protestan.Dengan demikian di Amerika Serikat selama paro pertama pada abad ke-20 etikadalam   bisnis   terutama   dipraktekan   dalam   konteks   agama   dan   teologi.   Danpendekatanini masih berlangsung terus sampai hari ini, di Amerika Serikat maupun ditempat lain.
 
2. Tahun 1960-an
Dalam   tahun   1960-an   terjadi   perkembangan   baru   yang   dilihat   sebagaipersiapan langsung bagi timbulnya etika bisnis dalam dekade berikutnya. Dasawarsa1960-an  ini  di  Amerika  Serikat  (dan  dunia  barat   pada   umumnya)  ditandai  olehpemberontakan terhadap kuasa dan otoritas, revolusi mahasiswa (mulai di ibukotaPrancis bulan Mei 1968). Suasana tidak tenang ini diperkuat lagi karena frustasi yang dirasakan secara khusus oleh kaum muda dengan keterlibatan Amerika Serikat dalam perang Vietnam. Rasa tidak puas ini mengakibatkan demonstrasi – demonstrasi paling besar dirasakan di Amerika serikat. Secara khusus kaum muda menolak kolusi yang dimata mereka terjadi antara militer dan industri. Industri dinilai terutama melayani kepentingan militer. Serentak juga untuk pertama kali timbul kesadaran akan masalah ekologis dan terutama industri di anggap sebagai penyebab masalah lingkungan hidup itu dengan polusi udara, air, dan tanah serta limbah beracun dan sampah nuklir.
Dunia pendidikan menanggapi situasi ini dengan cara berbeda – beda. Salah satu reaksi paling penting adalah memberi perhatian khusus kepada social issues dalam   kuliah   tentang   manajemen.   Beberapa   sekolah   bisnis   mulai   dengan mencamtumkan   mata   kuliah   baru   di   kurikulumnya   yang   biasanya   dibesi   nama Business and Society.  Kuliah ini diberikan oleh Doden – Dosen manajeman dan mereka menyusun buku – buku pegangan dan publikasi lain untuk menunjang matakuliah   itu.   Pendekatan   ini   diadakan   dari   segi   manajemen   ,   dengan   sebagaian melibatkan   juga   hukum   dan   sosiologi,   tetapi   teori   etika   filosofis   disini   belum dimanfaatkan.
 
3. Tahun 1970-an
Etika bisnis sebagai suatu bidang intelektual dan akademis dengan identitas sendiri mulai terbentuk di Amerika Serikat tahun 1970-an. Jika sebelumnya etika hanya membicarakan aspek – aspek moral dari bisnis di samping banyak pokok pembicaraan   moral   lainya   (etika   dalam   hubungan   dengan   bisnis),   kini   mulai berkembang etika dalam arti sebenarnya. Jika sebelumnya hanya para teolog dan agamawan pada tahap ilmiah (teologi) membicarakan masalah – masalah moral dari bisnis, pada tahun 1970-an para filsuf memasuki wilayah penelitian ini dalam waktu singkat   menjadi   kelompok   yang   paling   dominan.   Sebagaian   sukses   usaha   itu, kemudian   beberapa   filsuf   memberanikan   diri   untuk   terjun   kedalam   etika   bisnis sebagai sebuah cabang etika terapan lainnya. Faktor kedua yang memicu timbulnya etika bisnis sebagai suatu bidang study yang serius adalah krisis moral yang dialami dunia bisnis Amerika pada awal tahun.
1970-an krisis moral dalam dunia bisnis itu diperkuat lagi oleh krisis moral lebih umum yang melanda seluruh masyarakat Amerika pada waktu itu. Melatarbelakangi krisis moral yang umum itu , dunia bisnis amerika tertimpa oleh kerisis moral yang khusus . Sebagaian sebagai reaksi atas terjadinya peristiwa – peristiwa tidak etis ini pada awal tahun 1970-an dalam kalangan pendidikan Amerika didasarkan kebutuhan akan refleksi etika di bidang bisnis. Salah satu usaha khusus adalah menjadikan etika bisnis sebagai mata kuliah dalam kurikulum ini ternyata berdampak luas. Dengan demikian dipilihnya etika bisnis sebagai mata kuliah dalam kurikulum sekolah bisnis banyak menyumbang kapada perkembangannya ke arah bidang ilmiah yang memiliki identitas sendiri.
Terdapat dua faktor yang mendorong kelahiran etika bisnis pada tahun 1970-an yaitu:
  • Sejumlah filsuf mulai terlibat dalam memikirkan masalah-masalah etis di sekitar bisnis dan etika bisnis dianggap sebagai suatu tanggapan tepat atas krisis moral yang sedang meliputi dunia bisnis.
  • Terjadinya krisis moral yang dialami oleh dunia bisnis. Pada saat ini mereka bekerja sama khususnya dengan ahli ekonomi dan manejemen dalam meneruskan tendensi etika terapan. Norman E. Bowie menyebutkan bahwa kelahiran etika bisnis ini disebabkan adanya kerjasama interdisipliner, yaitu pada konferesi perdana tentang etika bisnis yang diselanggarakan di universitas Kansas oleh philosophi Departemen bersama colledge of business pada bulan November 1974.
4. Tahun 1980-an
Di Eropa Barat etika bisnis sebagai ilmu baru mulai berkembang kira – kira sepuluh tahun kemudian , mula – mula di inggris yang secara geografis maupun kultural paling dekat dengan Amerika Serikat, tetapi tidak lama kemudian juga negara– negara Eropa Barat lainnya. Semakin banyak fakultas ekonomi atau sekolah bisnisdi Eropa mencantumkan mata kuliah etika bisnis dalam kurikulumnya, sebagai mata kuliah pilihan ataupun wajib di tempuh. Sepuluh tahun kemudian sudah terdapat dua belas profesor etika bisnis pertama di universitas – Universitas Eropa. Pada tahun 1987 didirikan European Business Ethich Network (EBEN) yang bertujuan menjadi forum   pertemuan   antara   akademisi   dari   universitas   serta   seklah   bisnis   ,   para pengusaha dan wakil –wakil organisasi nasional dan internasional seperti misalnya serikat   buruh).   Konferensi   EBEN   yang   pertama   berlangsung   di   Brussel   (1987). Konferensi kedua di Barcelona (1989) dan selanjutnya ada konferensi setiap tahun : Milano (1990), London (1991), Paris (1992), Sanvika , Noerwegia (1993), St. GallenSwis   (1994),   Breukelen   ,   Belanda   (1995),   Frankfurt   (1996).   Sebagaian   bahan konferensi – konferensi itu telah diterbitkan dalam bentuk buku.
 
5. Tahun 1990-an
Dalam dekade 1990-an sudah menjadi jelas, etika bisnis tidak terbatas lagi pada dunia barat. Kini etika bisnis dipelajari, diajarkan dan dikembangkan di seluruh dunia, kita mendengar tentang kehadiran etika bisnis amerika latin, eropa timur, apalagi sejak runtuhnya komunisme disana sebagai sistem politik dan ekonomi. Tidak mengherankan bila etika bisnis mendapat perhatian khusus di negara yang memiliki ekonomi yang paling kuat di luar dunia barat. Tanda bukti terakhir bagi sifat global etika bisnis adalah telah didirikannya international society for business management economis and ethics (ISBEE).





4. Jelaskan Ethical Governance! 

Corporate Governance adalah rangkaian proses terstruktur yang digunakan untuk mengelola serta mengarahkan atau memimpin bisnis dan usaha-usaha korporasi dengan tujuan untuk meningkatkan nilai-nilai perusahaan serta kontinuitas usaha. Terdapat beberapa pemahaman tentang pengertian Corporate Governance yang dikeluarkan beberapa pihak baik dalam perspektif yang sempit (shareholder) dan perspektif yang luas (stakeholders, namun pada umumnya menuju suatu maksud dan pengertian yang sama.

Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) dalam Hery (2010) mendefinisikan Corporate Governance sebagai berikut :
“Seperangkat peraturan yang mengatur hubungan antara pemegang saham, pengurus (pengelola) perusahaan, pihak kreditur, pemerintah, karyawan, serta para pemegang kepentingan internal dan eksternal lainnya yang berkaitan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain suatu sistem yang mengendalikan perusahaan. Tujuan Corporate Governance ialah untuk menciptakan nilai tambah bagi semua pihak yang berkepentingan (stakeholders)”.

Prinsip-prinsip Good Corporate Governance 

Berbagai aturan main dan sistem yang mengatur keseimbangan dalam pengelolaan perusahaan perlu dituangkan dalam bentuk prinsip-prinsip yang harus dipatuhi untuk menuju tata kelola perusahaan yang baik. Menurut Sutedi (2011), ada beberapa prinsip dasar yang harus diperhatikan dalam Corporate Governance, yaitu :

1. Transparancy (Keterbukaan)
Penyediaan informasi yang memadai, akurat, dan tepat waktu kepada
stakeholders harus dilakukan oleh perusahaan agar dapat dikatakan transparan. Pengungkapan yang memadai sangat diperlukan oleh investor dalam kemampuannya untuk membuat keputusan terhadap risiko dan keuntungan dari investasinya. Kurangnya pernyataan keuangan yang menyeluruh menyulitkan pihak luar untuk menentukan apakah perusahaan tersebut memiliki uang yang menumpuk dalam tingkat yang mengkhawatirkan. Kurangnya informasi akan membatasi kemampuan investor untuk memperkirakan nilai dan risiko serta pertambahan dari perubahan modal (volatility of capital).

2. Accountability (Dapat Dipertanggungjawabkan)
Akuntabilitas adalah kejelasan fungsi, struktur, sistem dan pertanggungjawaban organ perusahaan sehingga pengelolaan perusahaan terlaksana secara efektif. Pengelolaan perusahaan harus didasarkan pada pembagian kekuasaan diantara manajer perusahaan, yang bertanggung jawab pada pengoperasian setiap harinya, dan pemegang sahamnya yang diwakili oleh dewan direksi. Dewan direksi diharapkan untuk menetapkan kesalahan (oversight) dan pengawasan.

3. Fairness (Kesetaraan)
Secara sederhana kesetaraan didefinisikan sebagai perlakuan yang adil dan setara dalam memenuhi hak-hak stakeholder. Dalam pengelolaan perusahaan perlu ditekankan pada kesetaraan, terutama untuk pemegang saham minoritas. Investor harus memiliki hak-hak yang jelas tentang kepemilikan dan sistem dari aturan dan hukum yang dijalankan untuk melindungi hak-haknya. 10


4. Sustainability (Kelangsungan)
Kelangsungan adalah bagaimana perusahaan dapat terus beroperasi dan menghasilkan keuntungan. Ketika perusahaan negara (corporation) exist dan menghasilkan keuntungan dalam jangka mereka juga harus menemukan cara untuk memuaskan pegawai dan komunitasnya agar tetap bisa bertahan dan berhasil. Mereka harus tanggap terhadap lingkungan, memperhatikan hukum, memperlakukan pekerja secara adil, dan menjadi karyawan yang baik. Dengan demikian, akan menghasilkan keuntungan yang lama bagi stakeholder-nya.

Unsur-unsur Good Corporate Governance 

Dalam penerapan good corporate governance pada perbankan dibutuhkan unsur yang mendukung. Adapun menurut Sutedi (2011), unsur-unsur dalam GCG yaitu :

a. Corporate Governance – Internal Perusahaan
Unsur-unsur yang berasal dari dalam perusahaan adalah :
1) Pemegang saham;
2) Direksi;
3) Dewan komisaris;
4) Manajer;
5) Karyawan;
6) Sistem remunerasi berdasar kinerja;
7) Komite audit.
Unsur-unsur yang selalu diperlukan di dalam perusahaan, antara lain meliputi :
1) Keterbukaan dan kerahasiaan (disclosure);
2) Transparansi;
3) Akuntabilitas;
4) Kesetaraan;
5) Aturan dari code of conduct

b. Corporate Governance – External Perusahaan
Unsur-unsur yang berasal dari luar perusahaan adalah :
1) Kecukupan undang-undang dan perangkat hukum;
2) Investor;
3) Institusi penyedia informasi;
4) Akuntan publik;
5) Intitusi yang memihak kepentingan publik bukan golongan;
6) Pemberi pinjaman;
7) Lembaga yang mengesahkan legalitas.

Unsur-unsur yang selalu diperlukan di luar perusahaan antara lain meliputi:
1) Aturan dari code of conduct;
2) Kesetaraan;
3) Akuntabilitas;
4) Jaminan hukum.
Perilaku partisipasi pelaku Corporate Governance yang berada di dalam rangkaian unsur-unsur internal maupun eksternal menentukan kualitas Corporate Governance.

Lingkup Good Corporate Governance

OCED (The Organization for Economic and Development) memberikan pedoman mengenai hal-hal yang perlu diperhatikan agar tercipta Good Corporate Governance dalam suatu perusahaan dalam Sutedi (2011), yaitu ;

1. Perlindungan terhadap hak-hak dalam Corporate Governance harus mampu melindungi hak-hak para pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas. Hak-hak tersebut mencakup hal-hal dasar pemegang saham, yaitu :
a) Hak untuk memperoleh jaminan keamanan atas metode
Pendaftaran kepemilikan;
b) Hak untuk mengalihkan dan memindahtangankan kepemilikan saham; 
c) Hak untuk memperoleh informasi yang relevan tentang perusahaan secara berkala dan teratur;
d) Hak untuk ikut berpartisipasi dan memberikan suara dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS);
e) Hak untuk memilih anggota dewan komisaris dan direksi;
f) Hak untuk memperoleh pembagian laba (profit) perusahaan.

2. Perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham (the equitable treatmment of shareholders).
Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance haruslah menjamin perlakuan yang setara terhadap seluruh pemegang saham, termasuk pemegang saham minoritas dan asing. Prinsip ini melarang adanya praktik perdagangan berdasarkan informasi orang dalam (insider trading) dan transaksi dengan diri sendiri (self dealing). Selain itu, prinsip ini mengharuskan anggota dewan komisaris untuk terbuka ketika menemukan transaksi-transaksi yang mengandung benturan atau konflik kepentingan (conflict of interest).

3 Peranan pemangku kepentingan berkaitan dengan perusahaan (the role of stakeholders).
Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus memberikan pengakuan terhadap hak-hak pemangku kepentingan, sebagaimana ditentukan oleh undang-undang dan mendorong kerja sama yang aktif antara perusahaan dengan pemangku kepentingan dalam rangka menciptakan lapangan kerja, kesejahteraan, serta kesenambungan usaha (going concern).

4 Pengungkapan dan transparansi (disclosure and transparancy).
Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus menjamin adanya pengungkapan yang tepat waktu dan akurat untuk setiap permasalahan yang berkaitan dengan perusahaan. Pengungkapan tersebut mencakup informasi mengenai kondisi keuangan, kinerja, kepemilikan, dan pengelolaan perusahaan. Informasi yang diungkapkan harus disusun, diaudit, dan disajikan sesuai dengan standar yang berkualitas tinggi. Manajemen juga diharuskan untuk meminta auditor eksternal (KAP) melakukan audit yang bersifat independen atas laporan keuangan.

5. Tanggung jawab dewan komisaris atau direksi (the responsibilities of the board).
Kerangka yang dibangun dalam Corporate Governance harus menjamin adanya pedoman strategis perusahaan, pengawasan yang efektif terhadap manajemen oleh dewan komisaris terhadap perusahaan dan pemegang saham. Prinsip ini juga memuat kewenangan-kewenangan serta kewajiban-kewajiban profesional dewan komisaris kepada pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya.

Manfaat dan Tujuan Good Corporate Governance 

Ada lima manfaat yang dapat diperoleh perusahaan yang menerapkan Good Corporate Governance menurut Hery (2010), yaitu : 

1) GCG secara tidak langsung akan dapat mendorong pemanfaatan sumber daya perusahaan ke arah yang lebih efektif dan efisien, yang pada gilirannya akan turut membantu terciptanya pertumbuhan atau perkembangan ekonomi nasional. 
2) GCG dapat membantu perusahaan dan perekonomian nasional, dalam hal ini menarik modal investor dengan biaya yang lebih rendah melalui perbaikan kepercayaan investor dan kreditur domestik maupun internasional.
3) Membantu pengelolaan perusahaan dalam memastikan/menjamin bahwa perusahaan telah taat pada ketentuan, hukum, dan peraturan.
4) Membangun manajemen dan Corporate Board dalam pemantauan penggunaan asset perusahaan.

5) Mengurangi korupsi. 






SUMBER REFERENSI
Mulyadi.2014.Auditing Edisi 6. Jakarta: Salemba Empat. 
Bertens, Kees. 2000. Pengantar Etika Bisnis. Kanisius : Yogyakarta.