Sejarah perkembangan
sosiologi di dunia hingga masuk ke Indonesia
Sebelum
membahas perkembangan sosiologi, saya akan menjelaskan secara ringkas apa itu
sosiologi. Sosiologi berasal dari bahasa latin, yaitu socius yang berarti
kawan, masyarakat. Lalu berasal dari kata logos yang berarti ilmu pengetahuan.
Jika digabungkan sosiologi adalah ilmu pengetahuan yang mempelajari masyarakat.
Yang dipelajari adalah pola interaksi atau hubungan social saling
ketergantungan antar manusia. Istilah sosiologi pertama kali dipublikasikan
pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive"
karangan August Comte (1798-1857). Istilah Sosiologi sebagai cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis,
bernama August
Comte tahun 1842 dan kemudian dikenal sebagai Bapak Sosiologi. Akan tetapi,
Herbert Spencer-lah yang mempopulerkan istilah
tersebut melalui buku Principles of Sociology. Di dalam buku tersebut, Spencer
mengembangkan sistem penelitian tentang masyarakat. Setelah buku Spencer
tersebut terbit, sosiologi kemudian berkembang dengan pesat ke seluruh dunia,
termasuk Indonesia.
Ilmu
sosiologi pertama kali ada di benua eropa pada abad 19. Pada masa tersebut para
ilmuwan berfikir mengenai perlunya mempelajari perubahan yang terjadi pada
masyarakat secara khusus terutama pada kondisi dan perubahan social yang
terjadi pada masa tersebut.
Sebelum
sosiologi masuk ke Indonesia, ilmu sosiologi berkembang pesat di Negara-negara
barat. Terutama eropa, karena Negara tersebut adalah yang pertama kali
mempelajari ilmu tentang perubahan masyarakat. Akan tetapi, pada masa modern ,
abad 20, ilmu sosiologi berkembang pesat di Negara Amerika dan Kanada bukan di
Eropa walaupun Eropa Negara yang pertama kali memperkenalkan istilah sosiologi.
Sejak
awal masehi hingga abad 19, Eropa dapat dikatakan
menjadi pusat tumbuhnya peradaban dunia. Para ilmuwan itu kemudian berupaya
membangun suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki masyarakat pada tiap
tahap peradaban manusia.
A. PERKEMBANGAN
SOSIOLOGI DI NEGARA BARAT
Seperti
yang telah dijelaskan diawal bahwa sosiologi berawal pada abad 19 di Negara
Eropa. Ilmu sosiologi yang berkembang di masyarakat eropa terjadi akibat adanya
revolusi industry pada abad pertengahan. Revolusi industry menyebabkan
perubahan pada system dan struktur masyarakat. Akan tetapi, sebenarnya
perubahan-perubahan social skala besar itu tidak hanya terjadi di abad
pertengahan, tetapi juga terjadi jauh sebelumnya. Misalnya ketika di abad ke-4
SM ketika Alexander menaklukkan
Negara-negara Yunani, yang akhirnya
mengubah system Negara kota menjadi Negara kekaisaran.
Seperti
yang dijelaskan sebelumnya, istilah sosiologi pertama kali diungkapkan oleh
Auguste Comte. Namun, sebelum comte sudah ada beberapa filsuf eropa yang
mengkaji ilmu kemasyarakatan walaupun namanya bukan sosiologi. Beberapa ahli
filsuf tersebut ialah Socrates, plato,Aristoteles, Ibnu Khaldun, seorang ahli filsafat dari Arab, Thomas More dan N. Machiavelli yang turut mewarnai ilmu kemasyarakatan pada zaman Renaissance, Hobbes, John Locke, dan J.J. Rousseau yang ajarannya bersifat
rasionalistis, dan lain-lain.
Masa
sebelum Auguste Comte disebut masa pencerahan. Berkembangnya ilmu pengetahuan di abad pencerahan (sekitar abad ke-17 M), turut
berpengaruh terhadap pandangan mengenai perubahan masyarakat, ciri-ciri ilmiah mulai tampak pada
abad ini. Para ahli pada zaman itu berpendapat bahwa pandangan mengenai
perubahan masyarakat harus berpedoman pada akal budi manusia.
Perubahan-perubahan
besar di abad pencerahan, terus berkembang secara
revolusioner sapanjang abad ke-18 M. Dengan cepat struktur masyarakat lama berganti dengan struktur yang
lebih baru. Hal ini terlihat dengan jelas terutama dalam revolusi Amerika, revolusi industri, dan revolusi Perancis. Gejolak-gejolak yang diakibatkan
oleh ketiga revolusi ini terasa pengaruhnya di seluruh dunia. Para ilmuwan
tergugah, mereka mulai menyadari pentingnya menganalisis perubahan dalam masyarakat.
Beberapa
ahli memberikan pendapat mengenai asal-usul berkembangnya ilmu sosiologi di
Eropa, yaitu:
a.
Menurut Berger, sosiologi berkembang menjadi ilmu yang
berdiri sendiri karena adanya ancaman terhadap tatanan sosial yang selama ini
dianggap sudah seharusnya demikian nyata dan benar (threats to the taken for
granted world). L. Laeyendecker mengidentifikasi ancaman tersebut meliputi:
1. terjadinya dua revolusi, yakni revolusi industri dan revolusi Prancis,
2. tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15,
3. perubahan di bidang sosial dan politik,
4. perubahan yang terjadi akibat gerakan reformasi yang dicetuskan Martin Luther,
5. meningkatnya individualisme,
6. lahirnya ilmu pengetahuan modern,
7. berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri.
1. terjadinya dua revolusi, yakni revolusi industri dan revolusi Prancis,
2. tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad ke-15,
3. perubahan di bidang sosial dan politik,
4. perubahan yang terjadi akibat gerakan reformasi yang dicetuskan Martin Luther,
5. meningkatnya individualisme,
6. lahirnya ilmu pengetahuan modern,
7. berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri.
b.
Menurut Laeyendecker, ancaman-ancaman tersebut menyebabkan
perubahan-perubahan jangka panjang yang ketika itu sangat mengguncang
masyarakat Eropa dan seakan membangunkannya setelah terlena beberapa abad.
c.
Auguste Comte, seorang filsuf Prancis, melihat perubahan-perubahan
tersebut tidak saja bersifat positif seperti berkembangnya demokratisasi dalam
masyarakat, tetapi juga berdampak negatif. Salah satu dampak negatif tersebut
adalah terjadinya konflik antarkelas dalam masyarakat.
Perubahan yang terjadi akibat revolusi benar-benar mencengangkan. Struktur
masyarakat yang sudah berlaku ratusan tahun
rusak. Bangsawan dan kaum Rohaniwan yang semula bergemilang harta dan
kekuasaan, disetarakan haknya dengan rakyat jelata.
Raja yang semula berkuasa penuh, kini
harus memimpin berdasarkan undang-undang yang di tetapkan. Banyak
kerajaan-kerajaan besar di Eropa yang jatuh dan terpecah.
Gejolak abad revolusi itu mulai
menggugah para ilmuwan pada pemikiran bahwa perubahan masyarakat harus dapat dianalisis. Mereka
telah menyakikan betapa perubahan masyarakat yang besar telah membawa banyak
korban berupa perang, kemiskinan, pemberontakan dan kerusuhan.
Bencana itu dapat dicegah sekiranya perubahan masyarakat sudah diantisipasi
secara dini.
Perubahan
drastis yang terjadi semasa abad revolusi menguatkan pandangan betapa perlunya
penjelasan rasional terhadap perubahan besar dalam masyarakat. Artinya :
- · Perubahan masyarakat bukan merupakan nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan dapat diketahui penyebab dan akibatnnya.
- Harus dicari metode ilmiah yang jelas agar dapat menjadi alat bantu untuk menjelaskan perubahan dalam masyarakat dengan bukti-bukti yang kuat serta masuk akal.
- Dengan metode ilmiah yang tepat (penelitian berulang kali, penjelasan yang teliti, dan perumusan teori berdasarkan pembuktian), perubahan masyarakat sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga krisis sosial yang parah dapat dicegah.
Pada masa modern, yakni abad 20
sosiologi berkembang pesat di Amerika dan Kanada. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Karena, pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya
pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan
lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak
terelakkan.
Perubahan masyarakat itu menggugah
para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai
pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi. Mereka berupaya
menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu.
Maka lahirlah sosiologi modern.
B. PERKEMBANGAN SOSIOLOGI DI INDONESIA
Pengetahuan
sosiologi pada dasarnya sudah ada dan berkembang di Indonesia sejak zaman
dahulu. Bahkan sudah ada pada masa kerajaan, penjajahan belanda, jepang, sampai
Indonesia merdeka. Pada zaman munculnya kerajaan hindu-budha sampai kerajaan
islam muncul sebenarnya sosiologi sudah mulai berkembang walaupun dahulu belum
ada istilah sosiologi. Hal ini terlihat dari hubungan antar masyarakat
Indonesia dengan para pendatang yang menyebarkan budaya baru ke Indonesia.
Seperti melalui perdagangan, perkawinan, penyebaran agama, dll.
Pada
zaman perang dunia I dan II sebenarnya sosiologi pun sudah mulai berkembang.
Hal ini dapat dilihat dari kedatangan kolonial di indonesia, perkembangan
sosiologi makin diwarnai dengan munculnya ajaran-ajaran sosiologi yang lebih
tersistematis dan lebih ilmiah jika dipandang dari kajian Barat. Namun
sebenarnya ketika para penjajah datang pun, sebenarnya sosiologi sebagai
kelanjutan perkembangan corak pemerintahan dan ajaran islam tetap berkembang.
Soekanto (1982: 48)
Hal
lain dapat dilihat dari ajaran-ajaran para pujangga ataupun tokoh bangsa
Indonesia yang memasukkan unsur-unsur sosiologi didalamnya meskipun sosiologi
baru pada batas sebagai pengetahuan dan belum menjadi ilmu yang berdiri
sendiri. Contohnya adalah ajaran Wulang Reh yang diberikan oleh Paduka
Mangkunegoro IV telah memasukkan unsur hubungan manusia pada berbagai golongan
yang berbeda. Hal tersebut menunjukkan bahwa pengetahuan sosiologi sudah
dikenal dan dikembangkan di Indonesia pada masa itu.
Proses
selanjutnya, konsep penting dalam sosiologi berupa kepemimpinan dan
kekeluargaan dipraktikkan oleh Ki Hajar Dewantara sebagai peletak dasar
pendidikan nasional Indonesia dalam proses pendidikan di Taman Siswa.
Sosiologi
sebagai suatu ilmu yang mandiri masih berusia relative muda dan secara formal
baru diperkenalkan di Indonesia oleh Prof.
Dr. B. Ccrieke, seorang guru besar
sosiologi dari Belanda sebagai “alat Bantu” pendidikan hukum di Sekolah Tinggi
Hukum (Rechtsshofeschool) yang didirikan di Jakarta tahun 1924. namun seiring
berjalannya waktu, mata kuliah tersebut ditiadakan karena pengetahuan tentang
bentuk dan susunan masyarakat beserta proses yang terjadi didalamnya dianggap
tidak diperlukan dalam pelajaran hukum. Asumsi yang berkembang pada saat itu
adalah bahwa yang perlu diketahui dalam ilmu hukum adalah perumusan peraturan
dan system-sistem untuk menafsirkannya, sedangkan penyebab terjadinya serta
tujuan sebuah peraturan dianggap tidak begitu penting untuk diketahui.
Baru
setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945, sosiologi mengalami
perkembangan yang cukup sifnifikan di negeri ini. Tokoh yang pertama kalo
mengajarkan sosiologi dalam bahasa Indonesia adalah Soenario Kolopaking pada tahun 1948 di akademi ilmu politik
Jogjakarta (pada saat ini menjadi fakultas ilmu social dan Politik UGM).
Berawal dari situlah akhirnya sosiologi mulai mendapat perhatian dari kalangan
akademis di Indonesia. Terlebih lagi dengan
semakin terbukanya kesempatan bagi masyarakat Indonesia untuk belajar di
luar negeri sejak tahun 1950, banyak pelajar Indonesia yang mendalami ilmu
sosiologi dan kemudian mengajarkan ilmu tersebut di Indonesia.
Adapun
buku tentang sosiologi dalam bahasa Indonesia diterbitkan pertama kali oleh Djody Gondokusuma dengan judul Sosiologi Indonesia. Buku tersebut
berisi tentang beberapa pengertian mendasar dari sosiologi.
Buku ini banyak membantu para
pelajar pada khususnya dan masyarakat pada umumnya dalam memahami perubahan
yang terjad sedemikian cepa (revolusi) dalam masyarakat Indonesia saat itu.
Setelah
kelahiran buku pertama tersebut, muncul berbagai buku sosiologi baik yang
ditulis oleh orang-orang Indonesia ataupun terjemahan dari bahasa asing. Selain
itu muncul berbagai fakultas ilmu social dan politik di universitas-universitas
dalam negeri. Hingga akhirnya pada saat ini anda pun sudah bisa mempelajari
sosiologi di Indonesia yang termasuk dalam generasi tua adalah Prof. Dr. Selo
Soemardjan dan Soelaeman Soemardi, S.H. M.A dan Soenario Kolopaking. Selain
mereka dikenal pula beberapa sosiolog lain seperti Soerjono Soekanto, Prof.
H.W. Bachtiar, Dr. Arief Budiman, Dr. Loekman Soetrisno, Dr. Nasikun. K.J,
Veeger, dan sebagainya.
Bahkan
saat ini ilmu sosiologi tidak hanya dipelajari oleh kalangan mahasiswa saja,
tetapi pelajar. Di SD, SMP sampai SMA pun mempelajari ilmu sosiologi. Sekarang
pun sudah banyak perguruan tinggi baik negeri maupun swasta yang memiliki
fakultas ilmu social dan ilmu politik ( fisip ) yang didalamnya mempelajari
ilmu sosiologi secara lebih mendalam.
Akan tetapi, penelitian-penelitian sosiologi di Indonesia belum mendapat tempat yang sewajarnya, oleh masyarakat
masih percaya pada angka-angka yang relative mutlak, sementara sosiologi tidak
akan mungkin melakukan hal-hal yang berlaku mutlak disebkan masing-masing
manusia memiliki kekhususan. Apalagi masyarakat Indonesai merupakan masyarakat
majemuk yang mencakup berates suku.
sumber :
Tidak ada komentar :
Posting Komentar