Selasa, 19 April 2016

Bab 3. Hukum Perdata Yang Berlaku Di Indonesia



HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA

           A.    HUKUM PERDATA YANG BERLAKU DI INDONESIA

Hukum perdata Indonesia
Salah satu bidang hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki pada subyek hukum dan hubungan antara subyek hukum. Hukum perdata disebut pula hukum privat atau hukum sipil sebagai lawan dari hukum publik. Jika hukum publik mengatur hal-hal yang berkaitan dengan negara serta kepentingan umum (misalnya politik dan pemilu (hukum tata negara), kegiatan pemerintahan sehari-hari (hukum administrasi atau tata usaha negara), kejahatan (hukum pidana), maka hukum perdata mengatur hubungan antara penduduk atau warga negara sehari-hari, seperti misalnya kedewasaan seseorang, perkawinan, perceraian, kematian, pewarisan, harta benda, kegiatan usaha dan tindakan-tindakan yang bersifat perdata lainnya.
Hukum perdata di Indonesia didasarkan pada hukum perdata di Belanda, khususnya hukum perdata Belanda pada masa penjajahan. Bahkan Kitab Undang-undang Hukum Perdata (dikenal KUHPer.) yang berlaku di Indonesia tidak lain adalah terjemahan yang kurang tepat dari Burgerlijk Wetboek (atau dikenal dengan BW) yang berlaku di kerajaan Belanda dan diberlakukan di Indonesia (dan wilayah jajahan Belanda) berdasarkan asas konkordansi.
Untuk Indonesia yang saat itu masih bernama Hindia-Belanda, BW diberlakukan mulai 1859. Hukum perdata Belanda sendiri disadur dari hukum perdata yang berlaku di Perancis dengan beberapa penyesuaian.
Kitab undang-undang hukum perdata (disingkat KUHPer) terdiri dari empat bagian yaitu :
·Buku I tentang Orang; mengatur tentang hukum perseorangan dan hukum keluarga, yaitu hukum yang mengatur status serta hak dan kewajiban yang dimiliki oleh subyek hukum. Antara lain ketentuan mengenai timbulnya hak keperdataan seseorang, kelahiran, kedewasaan, perkawinan, keluarga, perceraian dan hilangnya hak keperdataan. Khusus untuk bagian perkawinan, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan disahkannya UU nomor 1 tahun 1974 tentang perkawinan.
·Buku II tentang Kebendaan; mengatur tentang hukum benda, yaitu hukum yang mengatur hak dan kewajiban yang dimiliki subyek hukum yang berkaitan dengan benda, antara lain hak-hak kebendaan, waris dan penjaminan. Yang dimaksud dengan benda meliputi (i) benda berwujud yang tidak bergerak (misalnya tanah, bangunan dan kapal dengan berat tertentu); (ii) benda berwujud yang bergerak, yaitu benda berwujud lainnya selain yang dianggap sebagai benda berwujud tidak bergerak; dan (iii) benda tidak berwujud (misalnya hak tagih atau piutang). Khusus untuk bagian tanah, sebagian ketentuan-ketentuannya telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU nomor 5 tahun 1960 tentang agraria. Begitu pula bagian mengenai penjaminan dengan hipotik, telah dinyatakan tidak berlaku dengan di undangkannya UU tentang hak tanggungan.
·Buku III tentang Perikatan; mengatur tentang hukum perikatan (atau kadang disebut juga perjanjian (walaupun istilah ini sesunguhnya mempunyai makna yang berbeda), yaitu hukum yang mengatur tentang hak dan kewajiban antara subyek hukum di bidang perikatan, antara lain tentang jenis-jenis perikatan (yang terdiri dari perikatan yang timbul dari (ditetapkan) undang-undang dan perikatan yang timbul dari adanya perjanjian), syarat-syarat dan tata cara pembuatan suatu perjanjian. Khusus untuk bidang perdagangan, Kitab undang-undang hukum dagang (KUHD) juga dipakai sebagai acuan. Isi KUHD berkaitan erat dengan KUHPer, khususnya Buku III. Bisa dikatakan KUHD adalah bagian khusus dari KUHPer.
·Buku IV tentang Daluarsa dan Pembuktian; mengatur hak dan kewajiban subyek hukum (khususnya batas atau tenggat waktu) dalam mempergunakan hak-haknya dalam hukum perdata dan hal-hal yang berkaitan dengan pembuktian.

      B.     SEJARAH SINGKAT HUKUM PERDATA
      Sejarah membuktikan bahwa Hukum Perdata yang saat ini berlaku di Indonesia, tidak
lepas dan' Sejarah Hukum Perdata Eropa. Bermula di benua Eropa, terutama di Eropa Kontinental berlaku Hukum Perdata Romawi, disamping adanya Hukum tertulis dan Hukum kebiasaan setempat. Diterimanya Hukum Perdata Romawi pada waktu itu sebagai hukum asli dari negara-negara di Eropa. oleh karena keadaan hukum di Eropa kacau-balau, dimana tiap-tiap daerah selain mempunyai peraturan-peraturan sendiri, juga peraturan setiap daerah itu berbeda-beda.
     Oleh karena adanya perbedaan ini jelas bahwa tidak ada suatu kepastian hukum. Akibat ketidak puasan, sehingga orang mencari jalan kearah adanya kepastian hukum, kesatuan hukum dan keseragaman hukum. Pada tahun 1804 atas prakarsa Napoleon terhimpunlah Hukum Perdata dalam satu kumpulan peraturan yang bernama ”Code Civil des Francois" yang juga dapat disebut ”Code Napoleon”, karena Code Civil des Francais ini merupakan sebagian dari Code Napoleon.
     Sebagai petunjuk penyusunan Code Civil ini dipergunakan karangan dari beberapa ahli hukum antara lain Dumoulin, Domat dan Pothies, disamping itu juga dipergunakan Hukum Bumi Putra Lama, Hukum Jemonia dan Hukum Cononiek.
     Dan mengenai peraturan-peraturan hukum yang belum ada di Jaman Romawi antara lain masalah wessel, assuransi, badan-badan hukum. Akhirnya pada jaman Autklarung (Jaman baru sekitar abad pertengahan) akhirnya dimuat pada kitab Undang-Undang tersendiri dengan nama ”Code de Commerce".
     Sejalan dengan adanya penjajahan oleh bangsa Belanda (1809-181 1), maka Raja Lodewijk Napoleon Menetapkan : ”Wetboek Napoleon Ingerighr Voor het Koninklijk Holland” yang isinya mirip dengan ”Code Civil des F rancais atau Code Napoleon” untuk dijadikan sumber Hukum Perdata di Beranda (Nederland).
     Setelah berakhirnya penjajahan dan dinyatakan Nederland disatukan dengan Prancis pada tahun 1811, Code Civil des Francais atau Code Napoleon ini tetap berlaku di Belanda (Nederland).
     Oleh karena perkembangan zaman, dan setelah beberapa tahun kemerdekaan Belanda (Nederland) dari Perancis ini, bangsa Belanda mulai memikirkan dan mengerjakan kodefikasi dari Hukum Perdatanya. Dan tepatnya 5 Juli 1830 kodefikasi ini selesai dengan terbentuknya BW (Burgerlijk Wetboek) dan WVK (Wetboek van koophandle) ini adalah produk Nasional- Nederland namun isi dan bentuknya sebagian besar sama dengan Code Civil des Francais dan Code de Commerce.
     Dan pada tahun 1948, kedua Undang-Undang produk Nasional-Nederland ini diberlakukan di Indonesia berdasarkan azas koncordantie (azas Politik Hukum).
     Sampai sekarang kita kenal dengan nama KUH Sipil (KUHP) untuk BW (Burgerlijk Wetboek). Sedangkan KUH Dagang untuk WVK (Wetboek van koophandle).

      C.     PENGERTIAN DAN KEADAAN HUKUM PERDATA
Yang dimaksud dengan hukum perdata ialah hukum yang mengatut hubungan antara perorangan di dalam masyarakat. Dalam arti yang luas meliputi semua hukum privat materiil dan dapat juga dikatakan sebagai lawan dari hukum pidana. Pengertian dari hukum privat ( hukum perdata materiil) ialah hukum yang memuat segala peratutan yang mengatur hubungan antar perseorangan didalam masyarakat dan kepentingan dari masing-masing orang yang bersangkutan. Selain itu ada juga hukum perdata formil ( hukum acara perdata ) yang artinya hukum yang memuat segala peraturan yang mengatur bagaimana caranya melaksanakan praktek di lingkungan pengadilan perdata. Didalam pengertian sempit kadang hukum perdata ini digunakan sebagai lawan hukum dagang.

KEADAAN HUKUM PERDATA DI INDONESIA
Mengenai keadaan Hukum Perdata di Indonesia dewasa ini bersifat majemuk yaitu masih bersifat beraneka warna. Penyebab dari keanekaragaman ini ada 2 faktor, yaitu:
1.      Faktor etnis
Keanekaragaman Hukum Adat bangsa Indonesia karena Negara kita terdiri dari berbagai suku bangsa.
2.      Faktor hostia yuridis
Dapat dilihat pada pasal 163.I.S. yang membagi penduduk indonesia menjadi 3 golongan, yaitu golongan eropa, golongan bumi putera ( pribumi/ Indonesia), dan golongan timur asing ( cina, india, arab )
Pasal 131.I.S. yaitu mengatur hukum-hukum yang diberlakukan masing-masing golongan yang tersebut dalam pasal 163.I.S. diatas. Adapun hukum yang diberlakukan bagi masing-masing golongan, yaitu:
1.   Bagi golongan eropa dan yang dipersamakan berlaku hukum perdata dan hukum dagang barat yang diselaraskan dengan hukum perdata dan hukum dagang di negeri belanda berdasarkan azas konkordansi.
2.   Bagi golongan bumi putera berlaku hukum adat mereka. Yaitu hukum yang sejak dahulu kala berlaku berlaku dikalangan rakyat, dimana sebagian besar dari hkum adat tersebut belum tertulis, tetapi tetap hidup dalam tindakan-tindakan rakyat.
3.   Bagi golongan timur asing berlaku hukum masing-masing, dengan catatan bahwa golongan bumi putera dan timue asing diperbolehkan untuk menundukkan diri kepada hukum eropa barat baik secara keseluruhan maupun utnuk beberapa macam tindakan hukum tertentu saja.
Pedoman politik bagi pemerintahan hindia belanda terhadap hukum di Indonesia ditulis dalam pasal 131,I.S yang sebelumnya terdapat pada pasal 75 RR yang pokok-pokoknya sebagai berikut:
1.   Hukum perdata dan dagang diletakan dalam kitab undang-undang yaitu kodifikasi.
2.    Untuk golongan bangsa Eropa harus dianut perundangan-undangan yang berlaku dinegeri belanda.
3.   Untuk golongan bangsa Indonesia Asia dan Timur Asing jika ternyata bahwa kebutuhan kemasyarakatan mereka mengkhendakinya, dapatlah peraturan-peraturan untuk bangsa Eropa dinyatakan berlaku untuk mereka.
4.    Orang Indonesia asli dan orang Timur asing, sepanjang mereka belum ditudukan dibawah suatu peraturan bersama dengan bangsa Eropa, diperbolehkan menundukan diri pada hukum yang berlaku untuk bangsa Eropa.
5.   Sebelumnya untuk bangsa Indonesia ditulis didalam undang-undang maka bagi mereka itu akan tetap berlaku hukum yang sekarang berlaku bagi mereka, yaitu Hukum Adat.

      D.    SISTEMATIKA HUKUM PERDATA
Sistematika hukum perdata kita (BW) ada dua pendapat. Pendapat yang pertama yaitu, dari pemberlaku undang-undang berisi:
Buku I : berisi mengenai orang. Didalamnya diatur hukum tentang diri seseorang dan hukum kekeluargaan.
Buku II : berisi tentang hal benda. Dan didalamnya diatur hukum kebendaan dan hukum waris.
Buku III : berisi tentang hal perikatan. Didalamnya diatur hak-hak dan kewajiban timbale balik antara orang-orang atau pihak-pihak tertentu.
Buku IV : berisi tentang pembuktian dan daluarsa. Didalamnya diatur tentang alat-alat pembuktian dan akibat-akibat hukum yang timbul dari adanya daluwarsa itu.

Pendapat kedua menurut ilmu hukum / doktrin dibagi dalam 4 bagian, yaitu:
1.      Hukum tentang diri seseorang (pribadi)
Mengatur bagaimana manusia sebagai subjek dalam hukum, mengatur tentang prihal kecakapan untuk memiliki hak-hak dan kecakapan untuk bertindak sendiri melaksanakan hak-hak itu dan selanjutnya tentang hal-hal yang mempengatuhi kecakapan-kecakapan itu.
2.      Hukum kekeluargaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang timbul dari hubungan kekeluargaan, yaitu perkawinan beserta hubungan dalam lapangan hukum kekayaan antara suami dan istri, hubungan antara orang tua dan anak, perwalian, dan curatele.
3.      Hukum kekayaan
Mengatur perihal hubungan-hubungan hukum yang dapat dinilai dengan uang. Hak-hak kekayaan terbagi lagi atas hak-hak yang berlaku terhadap tiap-tiap orang, oleh karenanya dinamakan hak mutlak. Dan hak yang hanya berlaku terhadap seseorang atau pihak tertentu saja dinamakan hak perseorangan.
4.      Hukum warisan
Mengatur tentang benda atau kekayaan seseorang jika ia meninggal. Disamping itu hukum warisan mengatur akibat-akibat dari hubungan keluarga terhadap harta peninggalan seseorang.

SUMBER :
F. Katuk, Neltje.1994.Aspek Hukum Dalam Bisnis.Jakarta:Universitas Gunadarma.


Tidak ada komentar :

Posting Komentar